REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rencana penutupan keran ekspor rotan menuai protes, khususnya di daerah penghasil rotan alam di luar Pulau Jawa. Protes ini terutama karena Pemerintah menghentikan ekspor rotan tanpa ada komunikasi, baik kepada eksportir rotan maupun pengumpul rotan di daerah.
Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri, bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik, Natsir Mansyur, selama ini ada tarik-menarik berbagai kepentingan dalam penghentian ekspor rotan ini. ‘’Kami minta pemerintah tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan,’’ tutur Natsir di Menara Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Rabu (2/11).
Selama ini, ujarnya, begitu banyak pihak yang berkepentingan dengan rotan, antara lain ekportir, pelaku usaha mebel dan kerajinan rotan, asosiasi pengusaha rotan, asosiasi yang mengandalkan rotan setengah jadi, petani pemungut, pengumpul serta pemerintah daerah. Apalagi soal Pemerintah daerah, beberapa provinsi sudah silang pendapat dengan peraturan penghentian ekspor ini.
Natsir juga menilai, tata niaga rotan dengan menerapkan resi gudang dan sistim penyangga, yakni menyerap sementara rotan mentah yang selama ini diekspor merupakan solusi yang kurang efektif. Pasalnya, ia menilai cara itu akan bersinggungan dengan bunga bank yang tinggi dan ketidakpastian kapan rotan tersebut terjual.
Sehingga menurut Natsir solusi terbaik kalaupun Pemerintah memaksakan untuk menghentikan ekspor, ialah dengan memberikan jeda waktu untuk transisi sebelum keputusan diberlakukan.
Selain itu menurutnya memperhatikan daerah-daerah penghasil rotan, misalnya saja dengan pembangunan industri rotan di daerah-daerah tersebut, ‘’Saatnya bangun industri rotan di luar Pulau Jawa,’’ ujar Natsir.