REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK-- Palestina bersikeras menjadi anggota badan dunia lain, kendati ditentang Amerika Serikat dan Israel. Setelah suara UNESCO pada pekan ini menerima keanggotaan Palestina, lebih dari selusin badan lain Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga antarbangsa masuk dalam daftar Palestina.
Tujuannya hanya satu: mendapat keanggotaan penuh di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Palestina berharap menjadi penandatangan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim, kata kepala perutusan mereka di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Riyad Mansour.
Itu akan diikuti pendaftaran serupa di Badan Kekayaan Intelektual Dunia, Muktamar Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Badan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Badan Penerbangan Sipil Antarbangsa, Pos Antarbangsa Bersatu serta Telekomunikasi Antarbangsa Bersatu dan lain-lain memungkinkan keanggotaan Palestina, kata diplomat dan pejabat.
Setelah pemungutan suara di Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu, Israel mengumumkan pemukiman lebih banyak di wilayah Palestina dan membekukan pembayaran pajak kepada pemerintah Palestina.
Amerika Serikat pun membatalkan hibah 60 juta dolar Amerika Serikat (sekitar 540 miliar rupiah) untuk UNESCO dan mungkin melakukan hal sama bagi lembaga lain. Palestina membela keputusan bergabung UNESCO.
"Jika kita bergabung dengan badan seperti itu, bergabung dengan kemanusiaan untuk hal baik, apakah itu radikalisasi? Siapakah yang kami sakiti?" kata Mansour, yang menyebut tindakan balasan Israel pada pekan ini adalah radikalisasi.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa segera memutuskan yang harus dilakukan tentang permintaan keanggotaan penuh, yang diajukan Presiden Palestina Mahmud Abbas pada 23 September. Panitia keanggotaan dewan itu bersidang lagi pada Kamis dan harus menghasilkan laporan ahir untuk pertemuan pada 11 November.
Amerika Serikat, sebagai anggota tetap, mengancam memveto setiap upaya Dewan Keamanan untuk keanggotan Palestina.