REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak pemerintah untuk segera menagih tunggakan pajak sebanyak 14 perusahaan minyak dan gas (migas) asing. Jika tidak segera ditagih, dikhawatirkan tunggakan pajak 14 perusahaan asing tersebut akan hilang begitu saja.
"Kita mendesak BP Migas dan Ditjen Pajak untuk segera menagih tunggakan pajak 14 perusahaan migas asing itu," kata Wakil Ketua KPK Haryono Umar saat dihubungi Republika, Selasa (8/11) pagi.
Haryono mengatakan, pihaknya sudah mendesak pemerintah untuk segera menagih tunggakan pajak 14 perusahaan asing itu sejak beberapa bulan terakhir. Namun, hingga saat ini pihaknya belum mendapat laporan dari pemerintah terkait dengan desakan KPK tersebut.
Haryono mengkhawatirkan, jika tidak segera ditagih, maka tunggakan pajak itu akan kadaluarsa. Sehingga,
pemerintah tidak bisa menagih tunggakan pajak dari perusahaan asing tersebut. "Ujung-ujungnya kan negara mengalami kerugian yang sangat besar hingga triliunan rupiah," ujar Haryono.
Menurut Haryono, jika alasan pemerintah belum bisa menagih tunggakan pajak itu karena alasan penghitungan, maka hal tersebut tidak masuk akal. Karena, pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak Kementerian Keuangan memiliki kemampuan untuk melakukan penagihan tersebut. "Masak lama betul, nanti keburu kadaluarsa pajaknya," ujarnya.
Sebelumnya, pada 14 Juli 2011 lalu, KPK menyebutkan sebanyak 14 perusahaan asing yang bergerak di sektor migas tidak membayar pajak. Kerugian yang ditimbulkan diperkirakan mencapai angka triliuan rupiah.
"Ada 14 perusahaan yang tidak pernah bayar pajak, bahkan ada beberapa perusahaan yang tidak membayar pajak sejak lima kali menteri keuangan berganti," kata Haryono saat dihubungi Republika, Kamis (14/7) pagi.
Menurutnya, berdasarkan catatan dari BP Migas, kerugian negara yang ditimbulkan akibat tidak dibayarnya pajak oleh perusahaan asing itu mencapai angka Rp 1,6 triliun. Namun, Haryono memperkirakan angka itu jauh lebih besar karena baru BP Migas yang baru melakukan pendataan.