REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) tidak ingin lembaga lain terlibat dalam rekrutmen hakim ad hoc Pengadilan Tipikor daerah.
Pasalnya, sesuai Undang-Undang (UU) hanya MA yang diberi amanah untuk merekrut hakim ad hoc. Karena itu, MA menolak keinginan Komisi Yudisial (KY) untuk dilibatkan dalam seleksi dan penentuan kelolosan hakim ad hoc.
“Tidak akan melibatkan lembaga lain, termasuk KY,” tegas Ketua MA, Harifin Andi Tumpa, usai pelantikan enam hakim agung di gedung MA, Rabu (9/11).
Meski begitu, pihaknya sudah melibatkan unsur masyarakat yang diwakili para akademisi kampus dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mapi). Selain itu, hasil rekrutmen hakim ad hoc sebelum ditetapkan oleh MA diumumkan ke publik untuk dikritisi.
Bahkan, KY tidak juga memberi masukan, sehingga MA menganggap hakim ad hoc terpilih tidak ada masalah. Begitu juga dengan terpilihnya hakim ad hoc Ramlan Comel yang pernah berstatus terdakwa—meski bebas—yang membebaskan Walikota Bekasi nonaktif, Muchtar Muhammad.
Harifin mempertanyakan mengapa ketika diumumkan ke publik tidak ada yang mempermasalahkannya. “Kalau tidak ada masukan dari masyarakat, bagaimana MA bisa mengetahuinya? Memangnya MA itu malaikat?” cetusnya.
Atas dasar itu, sampai kapan pun MA tidak akan melibatkan KY dalam rekrutmen hakim sebab itu menjadi otoritas penuh institusinya. Selama tidak ada revisi UU, siapa pun lembaga yang berwacana dan ingin dilibatkan dalam proses rekrutmen hakim tidak akan diindahkannya.