REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Polri mengaku kesulitan dalam memeriksa pejabat publik yang terlibat kasus tindak pidana korupsi karena terikat dengan undang-undang yang harus meminta ijin kepada presiden. Polri akan mengusulkan kepada DPR untuk merevisi UU tersebut agar lebih mudah memeriksa pejabat publik terlibat korupsi itu.
"Kenapa lama karena proses perizinannya lama. Sedangkan kalau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak ada proses perizinan jadi bisa langsung diperiksa," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Saud Usman Nasution dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (10/11).
Saud menjelaskan dalam memeriksa pejabat publik, Polri harus mematuhi UU Nomor 23/2003 tentang susduk MPR, DPR, DPD, DPRD yang telah diubah dengan UU Nomor 27/2009 dan UU Nomor 32/2004 tentang pemerintahan daerah yang telah diubah dengan UU Nomor 12/2008.
Dalam UU itu, penyidik Polri harus mendapatkan ijin dari Presiden RI untuk memeriksa pejabat publik tersebut sebagai tersangka maupun saksi.
Ia menegaskan Polri sebenarnya tidak kalah dalam menangani korupsi dengan KPK. Setiap tahunnya, tambahnya, Polri selalu memiliki kemajuan dalam penanganan kasus korupsi yang dilaporkan.
Meski ia mengeluhkan anggaran penanganan korupsi di Polri yang hanya Rp 37 juta, dibandingkan dengan Kejaksaan Agung sebesar Rp 81 juta dan KPK yang sebesar Rp 400 juta.