REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Pemerintah dianggap masih menutup-nutupi kasus yang dialami para tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri, khususnya Arab Saudi. Kasus Tuti Tursilawati (27 tahun) yang kini terancam hukum pancung, menjadi contoh teranyar.
Selama proses hukum, Tuti tidak didampingi pengacara. Pemerintah diminta mengoptimalkan langkah menyelamatkan Tuti dan membenahi perlindungan TKI.
“Kalau Pemerintah terbuka dari awal, kita juga pasti upayakan pendampingan pengacara untuk Tuti,” kata anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, saat dihubungi melalui telepon, Jumat (11/11). Dia menangkap kesan, Pemerintah justru menutupi banyak kasus.
Karena jangankan publik, keluarga TKW yang terjerat kasus pun kerap mendapat kabar dari teman sesama TKW atau LSM, alih-alih dari Pemerintah.
Kasus Tuti, papar Rieke, bermula dari penempatan tak sesuai kontrak. Tuti bekerja pada orang tua majikan yang tercantum dalam dokumen. Selama 10 bulan tidak mendapat gaji, Tuti mengalami kekerasan dan pemerkosaan berulang kali. Saat mencoba kabur, Tuti memukul orang tua majikannya itu dan mencuri sejumlah uang untuk ongkos.
Naas, orang yang berjanji membantu Tuti kabur ternyata justru membawa delapan lelaki lain untuk memperkosanya. Orang tua majikan yang dia pukul pun ternyata meninggal, sementara pemerkosanya belakangan hanya divonis kurang dari satu tahun.
Tuti adalah TKW asal Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, yang berangkat ke Arab Saudi melalui PT Arunda Bayu pada 5 Desember 2009. Pada 11 Mei 2011, aksi kabur Tuti yang menyeretnya ke ancaman hukuman pancung ini, terjadi.