REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kehadiran Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) menuai banyak tentangan dari berbagai pihak, baik di dalam maupun luar Papua itu sendiri.
Banyak pihak meragukan kemampuan lembaga itu untuk mempercepat pembangunan di kawasan tersebut.
"Seperti diketahui banyak pertentangan dengan kehadiran (UP4B) baik di Papua atau di Jakarta," ujar Kepala Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), Bambang Darmono, saat memberikan Keterangan Pers di Kantor Wapres, Jumat (11/11).
Menyikapi persoalan itu, maka langkah awal yang dilakukan oleh UP4B yakni melakukan sosialisasi tentang misi dan kewenangan lembaga itu. Menurut Bambang, salah satu kurang berjalannya pelaksanaan otonomi khusus di Papua karena sosialisasi yang kurang baik.
Tentunya, kata mantan Pangdam Iskandar Muda itu, pihaknya tidak ingin mengulangi kondisi yang serupa. Sehingga sosialisasi penting untuk menghilangkan resistensi. "Tidak berjalannya Otsus karena sosialisasi yang kurang baik, benar atau tidak itu yang saya dapatkan," terangnya.
Wakil Presiden Boediono menilai perlu adanya aspek koordinasi yang kuat dari tingkat perencanaan dan monitoring dalam upaya pembangunan di Papua dan Papua Barat. Dengan adanya sinkronisasi itu maka proyek-proyek itu betul dirasakan oleh masyarakat. "Kewenangan sinkronisasi itu diberikan kepada UP4B untuk melaksanakannnya. Jadi, UP4B akan berkantor di Papua dan Papua barat secara langsung," kata Wapres.
Menurut Boediono, untuk mendorong kesejahteraan dibutuhkan rasa keamanan dan keadilan. Karena itu lingkup UP4B diperluas. Aspek yang melaksanakan bidang keamanan dan keadilan harus disingkronkan oleh UP4B. "UP4B harus bisa sinkronkan di lapangan, bukan hanya di atas kertas," kata dia.