Senin 14 Nov 2011 14:09 WIB

Aturan Pengetatan Remisi Koruptor Dinilai Banci

Korupsi
Korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, pengetatan pemberian remisi bagi terpidana tindak pidana korupsi yang dirumuskan Kementerian Hukum dan HAM, hanya gagah di judul.

"Namun, ini sangat rapuh untuk dilaksanakan. Sebab, kebijakan ini lahir dengan proses yang (cenderung) dipaksakan, karena tujuannya mendongkrak popularitas semata," katanya melalui jejaring komunikasi, Senin (14/11).

Kebijakan ini, menurut dia, sama sekali tidak mencerminkan kesungguhan menekan para koruptor. "Karena abnormal, kebijakan ini pada akhirnya hanya mengundang polemik," ujarnya. Bambang Soesatyo berkata "kita semua, terutama masyarakat hukum dan pencinta keadilan di Indonesia, patut mempertanyakan kebijakan pengetatan remisi koruptor".

"Karena dasar hukumnya lemah alias banci. Kalau memang mau lebih tegas, saya mengajak semua elemen masyarakat menantang dan mendesak pemerintah untuk menjadikan pengetatan remisi sebagai kebijakan permanen, jangan 'kejar tayang'," katanya.

Nantinya, kata dia, setelah pengetatan remisi dipermanenkan, tekanan kepada koruptor diperluas. "Bentuknya, menjatuhkan vonis yang maksimal dan merampas kembali kekayaan negara yang dicuri para koruptor itu," tegasnya.

Mengapa banci? "Tengok saja mengubah kata 'moratorium' menjadi 'pengetatan' berlangsung dalam hitungan jam, dan ini mencerminkan perumus kebijakan itu tidak 'qualified'," ujarnya.

Karena itu, demikian Bambang, tidak mengherankan jika dasar hukum pengetatan remisi dinilai "banci".

"Kalau dasar hukum kebijakan ini kokoh, mestinya tidak ada ruang atau celah untuk menggugatnya," katanya.

Ia menilai, perumus kebijakan ini, ambivalen. "Saya menilai, perumus kebijakan ini tidak propemberantasan korupsi," ujarnya. Bambang menambahkan, pada saat pemberantasan korupsi membutuhkan kemauan politik yang kuat, konsistensi dan sikap tegas tanpa toleransi, justru pemerintahan ini mengobral remisi.

Kebijakan moratorium yang diubah menjadi pengetatan remisi, menurut dia, benar-benar melanggar Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Selain itu, melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan, termasuk remisi.

"Inilah titik lemah itu dan karenanya daftar antrian penggugat bakal sangat panjang," ungkapnya.

Ia mengatakan karena eksperimental, maka kebijakan ini harus dikecam. "Bukan karena kita ingin membela terpidana korupsi, melainkan karena alasan keputusan itu ilegal," tandasnya.

Bambang Soesatyo mengingatkan, kalau tidak ditentang, sama artinya membiarkan penguasa bertindak semena-mena.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement