REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pesan terakhir almarhum mantan Sekjen DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Soetjipto atau dikenal Pak Tjip sebelum meninggal dunia, lebih banyak memikirkan partainya.
"Pesan terakhir Pak Tjip lebih banyak memikirkan partainya. Bahkan setelah bu Mega (Ketua Umum DPP PDIP Megawati) datang mengunjunginya beberapa waktu lalu, Pak Tjip sadar dan agak tenang. Tapi setelah itu, tidak ada perkembangan kondisinya hingga akhirnya pada Kamis (24/11) sore meninggal," kata putra pertama almarhum Pak Tjip, Jagat Hari Seno di Surabaya, Jumat.
Saat itu, lanjut dia, pihak keluarga sudah meminta Pak Tjip agar melepas beban pikirannya agar kondisi kesehatanya membaik. "Kalau saya selaku anak, sudah pasrah ketika bapak stroke yang ketiga. Tapi kelihatan Pak Tjip menanyakan partai dan bu Mega terus. Ibarat mesin, Pak Tjip sudah soak," ucapnya.
Sono juga mengatakan tidak ada pesan secara khusus untuk keluarga yang ditinggalkannya. "Selama ini yang membuat kondisi bapak membaik yakni pada saat bapak ketemu kader partai dan menulis," ujarnya.
Sebelum meninggal, lanjut dia, sebetulnya Pak Tjip meminta beberapa hal terkait partai untuk disampaikan ke Megawati. "Saya belum tahu permintaan apa itu. Saya dimintai bu Tjip menyampaikannya tapi waktunya tidak nutut (terjangkau)," katanya.
Sono mengatakan selama hidupnya, Pak Tjip dikenal keras dan tegas kepada tiga anaknya. "Bapak jauh lebih keras dan tegas kepada anak-anaknya daripada orang lain. tidak ada manja-manjaan," katanya.
Meski demikian, lanjut dia, Pak Tjip tidak mengarahkan anak-anaknya masuk ke dunia politik. "Dari tiga anaknya, yang tertarik cuma Wisnu Sakti Buana (saat ini menjabat Ketua DPC PDIP Surabaya sekaligus Wakil Ketua DPRD Surabaya)," paparnya.
Adapun karya Pak Tjip sebagai alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) SUrabaya di luar politik adalah mampu menciptakan 10 karya dalam bidang konstruksi yang kini sudah punya hak paten, salah satunya sarang laba-laba.
"Sarang laba-laba itu untuk bangunan delapan lantai yang tidak pakai tiang pancang. Untuk mendapatkan hak paten itu sendiri melakukan penelitian di Jepang dan Finlandia," ungkapnya.
Pak Tjip meninggal di RS Darmo Surabaya pada Kamis (24/11) sore akibat stroke yang dideritanya. Penyakit yang diderita tersebut diketahui tidak bisa mengeluarkan dahak, sehingga masuk ke paru-paru dan akhirnya terjadi infeksi.