REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN – Berdasarkan data Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur (Jatim), sebanyak 3,232.000 orang di Jatim mengalami buta huruf atau buta aksara. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dindik Jatim, Harun.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), ungkapnya, sebanyak 10 kabupaten di Jatim yang mempunyai masyarakat yang belum bisa menulis dan membaca, di antaranya Madura, Situbondo, Bojonegoro, dan Jember. “Di Madura banyak di Sumenep dan Sampang,” kata Harun di sela-sela acara Hari Guru Nasional 2011 dan HUT Ke-66 PGRI dan Hari Aksara Internasional, Pamekasan, Madura, Sabtu (26/11).
Acara yang diikuti sebanyak 17.609 guru asal Jatim itu juga didatangi sejumlah pejabat tinggi, seperti Gubernur Jatim, Soekarwo, Sekdaprov Rasiyo, Bupati Pamekasan Kholillurrahman, Ketua PGRI Jatim Ichwan Sumadi, juga Anggota DPR-RI Komisi X sekaligus Duta Aksara Nasional, Nurul Qomar.
Harun mengatakan, usia masyarakat yang menderita buta aksara biasanya berkisar antara 45-60 tahun. Dan mayoritas dihuni oleh petani. Karena itu, pihaknya mengaku tengah mengupayakan masyarakat Jatim bebas buta aksara, yakni dengan meningkatkan sarana pendidikan juga meningkatkan mutu tenaga pengajar.
Karena itu, Harun berharap pada 2014 nanti, angka buta aksara yang diderita warga Jatim sudah berkurang dan bahkan menghilang. “Kami terus mendorong agar pendidikan nonformal terus ditingkatkan,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Nurul Qomar. Menurut pria yang pernah berprofesi sebagai pelawak ini, kualitas dari tenaga pengajar dapat membantu mengurangi banyaknya jumlah buta aksara. Ia mengibaratkan dengan samakin bersinarnya guru, maka makin bersinar pula dunia pendidikan Indonesia.
Karena itu, ia mendesak agar semua pihak dapat berperan serta dalam meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru. “Kalau guru sudah sejahtera, maka guru nggak akan ‘salto’ lagi,” kata dia berseloroh.