REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI - Sebuah pengadilan Kenya hari Senin meminta pemerintah menangkap Presiden Sudan,Omar al-Bashir, yang diburu oleh pengadilan Den Haag jika ia pergi ke negara Afrika timur itu.
Kenya dikecam oleh Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) dan negara-negara lain karena tidak menangkap Bashir ketika ia menghadiri acara peresmian konstitusi baru Kenya pada Agustus tahun lalu.
Uni Afrika meminta negara-negara anggotanya tidak mempedulikan surat perintah penangkapan terhadap Bashir dengan mengatakan, meski mereka tidak membenarkan bahwa perilaku kriminal bisa bebas dari hukuman, Uni menuding ICC hanya membidik para pemimpin Afrika.
Kendati demikian, sebagai negara anggota ICC, Kenya wajib bekerja sama dengan pengadilan Den Haag itu dan surat-surat perintah penangkapan yang dikeluarkannya.
Para hakim ICC telah melaporkan Kenya ke Dewan Keamanan PBB karena tidak menangkap Bashir.
Bashir telah membantah tuduhan-tuduhan pengadilan Den Haag dan menyebutnya sebagai bagian dari konspirasi Barat untuk menjatuhkannya.
Surat perintah penangkapan itu merupakan yang pertama dikeluarkan pengadilan internasional tersebut terhadap seorang kepala negara yang aktif. PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur, Sudan barat, pada 2003.
Konflik terjadi ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan.
Ketegangan meningkat di Sudan setelah Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) pada 4 Maret 2009 memerintahkan penangkapan terhadap Bashir. Jurubicara ICC Laurence Blairon mengatakan kepada wartawan di pengadilan yang berlokasi di Den Haag, surat perintah penangkapan terhadap Bashir itu berisikan tujuh tuduhan -- lima kejahatan atas kemanusiaan dan dua kejahatan perang. Ia juga didakwa melakukan genosida atau pemusnahan golongan bangsa.
Sudan bereaksi dengan mengusir 13 organisasi bantuan dan relawan dengan mengatakan, mereka telah membantu pengadilan internasional di Den Haag itu. Namun tuduhan tersebut dibantah oleh kelompok-kelompok bantuan itu.
Sejumlah pejabat PBB mengatakan, pengusiran badan-badan bantuan itu akan memiliki dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Darfur. Para ahli internasional mengatakan, pertempuran tujuh tahun di Darfur telah menewaskan 300.000 orang dan lebih dari 2,7 juta orang terusir dari tempat tinggal mereka. Khartoum mengatakan, hanya 10.000 orang tewas