REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA - Sudah kali ketujuh pengusaha sawit Indonesia menggelar Konferensi Minyak Sawit Indonesia atau Indonesian Palm Oil Conference (IPOC). Acara mengusung tema "Sustainable Palm Oil: Driver of Change" yang dihelat 30 November hingga 2 Desember mendatang di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, resmi dibuka oleh ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Joefly J. Bahroeny. Lebih dari seribu delegasi dari 23 negara menghadiri konferensi kali ini.
Kelapa Sawit masih menjadi primadona ekspor Indonesia. Bersama Malaysia, menurut euroasiareview.com, Indonesia adalah produsen terbesar minyak kelapa sawit terbesar dunia yang memasok 83 persen kebutuhan global dan mengusai 89 persen pasar.
Meski demikian, industri ini tak lepas dari riak-riak--istilah yang digunakan Joefly--yang tidak dipandang sebagai penghambat. "Telah diketahui, Indonesia memutuskan keluar dari RSPO (Roundtable of Sustainable Palm Oil) karena kami telah memilih untuk mendukung standar yang diterapkan ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil)," ujar Joefly dalam sambutannya di acara pembukaan konferensi, Kamis (1/12) di Nusa Dua.
"Namun keputusan untuk keluar tidak akan memperlemah justru memperkuat, karena pada dasarnya ISPO dan RSPO bersifat saling melengkapi," katanya.
Tantangan lain adalah guncangan ekonomi di zona euro yang mempengaruhi jumlah permintaan minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dunia. "Kami kini pun masih menunggu bagaimana hasil akhir krisis tersebut," ungkap Joefly. Pasalnya, imbuhnya, fluktuasi harga dunia menjadi isu utama yang tak bisa dihindari
Tak kalah penting adalah isu lingkungan yang tengah menerpa industri kelapa sawit. "Kini muncul tuntutan sustainability yang harus dipenuhi pengusaha," ujar Joefly. Merespon tuntutan itu, ia menambahkan, sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan telah ditetapkan menjadi kewajiban perusahaan yang tergabung dalam GAPKI.
Demi mengatasi riak-riak itu, Joefly menekankan pengusaha perkebunan kelapa sawit indonesia terus berkomitmen untuk menciptakan perusahaan yang lebih kompetitif dan efisien. Komitmen itu juga tak lepas dari target GAPKI mewujudkan ekspor 40 juta ton minyak kelapa sawit pada 2014.