REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, M Yusuf, menginginkan agar Undang-Undang Perampasan Aset (UU PA) Tindak Pidana Korupsi yang akan dibahas ke DPR tidak ada kadaluarsa. Menurutnya, selama aset tersebut terindikasi tindak pidana korupsi, maka sampai kapan pun tetap haram.
"Sekali haram, ya haram. Tidak bisa dimiliki oleh siapa pun, bagaimana pun, kapan pun, itu prinsipnya," ungkap Yusuf saat dihubungi, di Jakarta, Jumat (2/12).
Meski demikian, Yusuf mengaku masih menunggu hasil lobi di DPR. Pasalnya, keputusan mutlak terkait pengaturan UU tersebut sepenuhnya ada di Senayan saat Prolegnas 2012 tahun depan.
Selain itu, Yusuf menjelaskan sistem perundang-undangan di Indonesia pun harus menjadi pertimbangan dalam pengaturan asas retroaktif (berlaku surut). "Kita harus tahu diri karena sistem perundang-undangan di Indonesia. Di sana mengatur tentang asas legalitas," ujar Yusuf.
Menurutnya, RUU tersebut akan diajukan ke presiden pada Desember ini. Setelah itu, akan dikirim ke DPR untuk digodok kembali sehingga menjadi Undang-Undang.
Sebelumnya, Ketua Tim Penyusun RUU Perampasan Aset, Yunus Husein, menegaskan undang-undang ini akan berlaku surut. Sehingga, semua aset hasil tindak pidana masa lalu atau aset yang berindikasi tindak pidana akan dapat dirampas. Termasuk aset almarhum mantan Presiden Soeharto.
Perburuan terhadap harta kekayaan mantan presiden Soeharto terhenti setelah Jenderal Besar itu wafat pada 27 Januari 2008 lalu. Kejaksaan Agung ketika itu hendak memeriksa kekayaan Soeharto yang dinilai berkisar 15 miliar dolar AS. Kekayaan yang tersebar di berbagai perusahaan dan yayasan tersebut diduga dikumpulkan oleh Soeharto saat dia berkuasa selama 32 tahun.