Rabu 07 Dec 2011 11:23 WIB

Amnesti Internasional Serukan Transparasi HAM di Papua

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Amnesti International menyerukan kepada pemerintah untuk mengimplementasikan secara penuh ketentuan-ketentuan Undang-Undang Otonomi Khusus 2011, dengan membentuk suatu pengadilan hak asasi manusia dan komisi kebenaran dan rekonsiliasi.

Hal itu disampaikan Direktur Program Asia Pasifik Amnesti International Sam Zarifi, dalam keterangannya di London, Rabu.

Dalam sebuah pertemuan yang diadakan dengan Menko Humpolkam Djoko Suyanto, Amnesti International yang bermarkas di London mendesak pemerintah Indonesia untuk memasukan agenda hak asasi manusia dalam upaya mereka untuk menyelesaikan masalah Papua.

Pemerintah Indonesia memiliki tugas dan hak untuk menjaga ketertiban publik, dan memastikan segala pembatasan kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai tidak diizinkan melebihi standar di dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang diratifikasi Pemerintah Indonesia.

Paling sedikit 90 orang saat ini sedang ditahan di penjara di Papua dan Maluku karena aktivitas pro-kemerdekaan secara damai. Filep Karma, seorang tahanan Papua yang menjadi tahanan politik karena opininya (prisoner of conscience), saat ini sedang menjalani hukuman 15 tahun di penjara Abepura, provinsi Papua.

Pemerintah Indonesia didesak melepaskan semua tahanan di Papua dan Maluku yang mengekspresikan pandangannya secara damai, termasuk mengibarkan atau melambaikan bendera terlarang pro-kemerdekaan, dan membedakan aktivitas damai dan kekerasan.

Disebutkan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono saat ini telah menginisiasi diskusi dengan para aktivis Papua dan membentuk tim kerja khusus untuk memperbaiki pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya tetapi masih terbelakang ini. Begitupun Menkopolhukam menunjukan komitmen pemerintah untuk memastikan pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparat keamanan.

Amnesti International sangat menyayangkan penggunaan sanksi administrasi yang ringan atau pengadilan tertutup dalam merespon pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh anggota aparatus keamanan.

Amnesty International menunjukan keperihatinannya atas masih berlangsungnya serangan terhadap para pembela hak asasi manusia dan jurnalis, sebagaimana minimnya keberadaan pemantau situasi HAM independen dan imparsial di Papua.

Amnesti International menyerukan kepada Menkopolhukam untuk mengizinkan pengamat internasional, organisasi non-pemerintah, dan jurnalis internasional atas akses tanpa larangan ke provinsi Papua dan Papua Barat.

Pertemuan ini diajukan Presiden Yudhoyono pada saat rapat kabinet di akhir Oktober sebagai respon keprihatinan Amnesti International akan pelanggaran hak asasi manusia seputar Kongres Rakyat Papua Ketiga di Abepura, Papua di mana paling tidak tiga orang terbunuh.

Amnesti International percaya hak untuk kebebasan berekspresi termasuk hak secara damai untuk mengadvokasi referendum, kemerdekaan, atau solusi politik apa pun yang tidak melibatkan seruan atau hasutan untuk diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement