REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi VIII DPR-RI memprioritaskan revisi UU No. 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji di 2012. Sebab, selama ini penyelenggaraan haji dinilai masih compang-camping.
Anggota Komisi VIII DPR, Abdul Hakim, menilai ada beberapa persoalan krusial dalam penyelenggaraan haji. Contohnya, perbaikan pelayanan haji, lembaga penyelenggara haji, pengelolaan kuota haji, biaya ibadah haji, hingga pengelolaan dana abadi umat.
“Poin tersebut akan dimasukkan dalam revisi UU Penyelenggaraan Haji. Selama ini, persoalan seputar penyelenggaraan haji sudah menumpuk,” katanya, Kamis (8/12). Ia melihat pelayanan haji belum sampai pada tahap memuaskan, begitu pula dengan semakin panjangnya penumpukan daftar tunggu para jamaah calon haji.
Sekretaris Fraksi PKS ini menuturkan, revisi UU 13/2008 ini bertujuan untuk memperbaiki kelemahan yang selama ini muncul dalam hal pengelolaan penyelengaraan ibadah haji. Salah satu solusi yang akan ditawarkan adalah membentuk badan khusus di luar pemerintah untuk melakukan pengelolaan ibadah haji. Selain itu, perlu juga diatur pemisahan rekening penyelenggaraan ibadah haji dengan rekening keuangan Kementerian Agama.
Sedangkan untuk memperkuat fungsi pengawasan pengelolaan dana-dana yang berkaitan dengan ibadah haji seperti BPIH, dana optimalisasi yang merupakan bunga dari dana setoran awal haji dan dana abadi umat, dalam revisi UU 13/2008 ini akan diusulkan penambahan bab tentang audit keuangan penyelengaraan ibadah haji.
Selain revisi UU 13/2008, pemerintah juga sedang mempersiapkan RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Saat ini, RUU tersebut masih digodok Kementerian Agama. Agar tidak terjadi tumpang tindih, Hakim mengusulkan agar RUU Pengelolaan Haji yang tengah disiapkan pemerintah digabungkan dengan revisi UU 13/2008 yang sedang digodok panja DPR.