REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kisruh mengenai besaran ambang batas atau parliamentary threshold (PT) harus bisa ditemukan jalan keluarnya. Salah satu usulan yang dibawa oleh fraksi PDIP yang menawarkan penerapan ambang batas ganda.
Ketua kelompok fraksi (kapoksi) Komisi II dari FPDIP, Arif Wibowo menegaskan ambang batas ganda bisa diterapkan di Indonesia. “PT ganda itu yakni menerapkan PT bagi partai dan PT bagi koalisi partai,” katanya kepada Republik, Kamis (8/12).
Beberapa negara sudah menerapkan konsep tersebut. Antara lain, Albania, Hongaria, Italia, Rumania dan Slovakia. Sederhananya, PT ganda ini memiliki besaran yang berbeda baik PT untuk partai maupun PT untuk koalisi partai.
Contohnya, di Albania jika suatu partai perolehan suaranya tidak mencapai PT 3 persen, maka partai tersebut diperbolehkan berkoalisi dengan partai lain. Sedangkan PT koalisi partai yang ditentukan adalah 5 persen. Di Hongaria, PT partai ditetapkan 5 persen, sedangkan PT koalisi partai 10 persen.
Sementara di Italia, PT partai 4 persen, sedangkan PT koalisi partai 10 persen. Untuk Rumania PT partai 5 persen sedangkan PT koalisi partai 8-10 persen. Tak ketinggalan Slovakia dengan PT partai sebesar 5 persen, sedangkan PT koalisi partai sebesar 7 persen.
Menurutnya, dengan melihat contoh beberapa negara itu, Indonesia bisa menerapkan hal serupa. Terlebih lagi, sampai saat ini belum terlihat adanya keputusan resmi masing-masing fraksi terkait besaran PT.
Arif menilai dengan mencermati perkembangan sikap fraksi-fraksi di DPR, kemungkinan besar tidak akan berubah hingga pembahasan RUU Pemilu mendekati tahap akhir. Maka, ia menyakini ambang batas ganda mungkin bisa dijadikan sebagai titik kompromi.
“Dengan pemberlakuan ambang batas ganda, tujuan membangun komposisi parlemen yang lebih sederhana tetap dapat diwujudkan, sebaliknya bagi fraksi-fraksi kecil juga tidak terancam kehilangan kursi di parlemen karena masih bisa menempuh melalui jalan koalisi bersama partai lain,” katanya.
Menurutnya, konsep ini memiliki sejumlah kelebihan tersendiri. Yakni, partai minoritas tetap berpeluang memiliki kursi, komposisi partai di parlemen tidak berada dalam perbandingan komposisi yang terlalu timpang. Sedangkan untuk partai koalisi pun ikut diuntungkan karena koalisi yang dibangun sebatas koalisi bersama di parlemen.
“Koalisi itu adalah koalisi yang dibangun dalam rangka agar tetap bisa lolos mengikuti penghitungan kursi dengan cara koalisi. Sehingga bagi parpol-parpol yang bergabung cenderung tidak melebur menjadi suatu partai baru (konfederasi),” katanya.