REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Rencana DPR menggulirkan hak interpelasi menyikapi kebijakan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat bagi tahanan kasus korupsi dinilai berlebihan.
Menurut pakar hukum tata negara Universitas Andalas Saldi Isra, hak interpelasi DPR itu bisa dikeluarkan kalau menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Karena itu, ia bertanya, mengapa DPR ngotot menginginkan hak interpelasi dalam menyikapi kebijakan pemerintah yang mendapat apresiasi rakyat. “DPR saya kira berlebihan. Tidak tepat langkahnya dengan rumusan undang-undang (UU) ,” kata Saldi di kantor Kemendagri, Senin (12/12).
Saldi menilai, kebijakan yang dilakukan pemerintah itu sebenarnya memberikan efek jera bagi para koruptor. Sehingga diharapkan orang yang bakal berbuat korup takut bertindak akibat konsekuensi hukumannya berat. Atas dasar itu, Saldi menyatakan, kebijakan pengetatan remisi dan pembebasan syarat memberi dampak positif, sehingga idealnya didukung pemerintah dan DPR.
Ia melihat dalam kasus ini DPR terlalu terburu-buru mengambil langkah menggulirkan hak interpelasi. Sebab, seharusnya kedua lembaga negara itu bisa bertemu dalam public hearing untuk mencari titik temu.
Kalau ada yang kurang dalam UU pemberantasan korupsi, maka sebaiknya diperbaiki dengan mengacu hasil pertemuan pemerintah dengan DPR. “Ini hak interpelasi apa dasarnya? Tak perlu menggunakannya harusnya,” ujar Saldi