REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan hak interpelasi terkait pengetatan pemberian remisi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dinilai bermasalah.
Sebabnya, kebijakan itu dinilai sudah tepat, karena tujuan pengetatan remisi itu memenuhi keinginan dan harapan publik yang menilai korupsi sebagai sesuatu yang membahayakan. Sama dengan terorisme yang dinilai kejahatan luar biasa.
"Kita sepakat, jangan terlalu mudah terpidana korupsi mendapatkan remisi," papar Sekretaris Fraksi Demokrat DPR Saan Mustopha saat dihubungi, Kamis (15/12).
Hal ini dinilainya bermanfaat untuk memberikan efek jera dengan maksimal. Jika pemberian remisi diperketat, napi korupsi tentu akan merenung lebih lama bahwa apa yang dilakukannya sangat dikecam masyarakat, sehingga dia harus benar-benar tobat.
Saan bertanya tujuan mulia seperti itu apakah harus diinterperlasi. Menurutnya hal itu tidak tepat. Semangatnya untuk efek jera dan tidak mengulangi lagi. Mengapa kebijakan baik ini diinterpelasi. Dia menilai tidak harus menggunakan hak ini. "Jadi tak ada alasan menggunakan hak interpelasi," jelasnya.