REPUBLIKA.CO.ID,
MITROVCA - Setelah tertahan beberapa hari akibat, Satu konvoi bantuan Rusia memasuki Kosovo. Sengketa terjadi antara Serbia dan Kosovo menyangkut kekuasaan atas bagian dari perbatasan mereka.
Kosovo, 90 persen penduduknya adalah etnik Albania, mengumumkan kemerdekaan dari Serbia tahun 2008. Tetapi warga Serbia mendominasi satu daerah kecil utara yang berbatasan dengan Serbia dan tetap berfungsi sebagai bagian dari negara Serbia.
Warga Serbia di sana menentang usaha-usaha pemerintah Kosovo untuk memperluas kekuasaannya. Pertikaian itu menghambat Serbia untuk menjadi kandidat resmi bagi keangotaan Uni Eropa pekan lalu.
Sekitar 24 truk Rusia yang megangkut 300 ton bantuan untuk minoritas Serbia di Kosovo utara melintasi pos perbatasan Jarinje yang ditangani bea cukai dan polisi Uni Eropa (EULEX) dan pasukan perdamaian pimpinan NATO (KFOR),kata seorang saksi mata Reuters.
Dengan dikawal tiga jip EULEX, bersama dengan seorang tokoh gereja Ortodoks bantuan dari Perdana Menteri Vladimir Putin itu diserahkan kepada Palang Merah Serbia di kota Zvecan.
"Kedua pihak menyetujui tuntutan bahwa konvoi bantuan itu harus dikawal EUREX bukan KFOR dan polisi Kosovo (Albania)," kata uskup Ortodoks Teodsije dalam satu siaran televisi.
Dubes Rusia untuk Serbia, Aleksandar Konuzin, yang memimpin konvoi itu, sebelumnya menolak masuk Kosovo melalui perlintasan Merdare karena dikuasai pemerintah Kosovo, yang tidak diakui oleh Beograd dan Moskow.
Pintu gerbang perbatasan Jarinje adalah salah satu dari dua tempat penyebarangan yang jadi pusat sengketa, yang dimulai Juli ketika pemerntah Kosovo mengirim polisi untuk mengusainya.
Tiga puluh tentara Jerman dan Australia dari KFOR cedera akibat kena tembakan senjata ringan dan bom bensin bulan lalu ketika mmereka berusaha menyigkirkan satu penghadang jalan Serbina. Kemerdekaan Kosovo diakui lebih dari 80 negara termasuk Amerika Serikat dan 22 dari 27 negara anggota Uni Eropa.