REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mahkamah Kostitusi (MK) menilai semangat kebijakan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana koruptor layak diapresiasi. Sayangnya, pemberlakuan kebijakannya yang tidak sesuai prosedur layak dikritisi.
Juru Bicara MK, Akil Mochtar, mengatakan persoalan remisi itu tidak substansial untuk diperdebatkan sebab didukung masyarakat yang geregetan dengan koruptor. Namun, kontrol terhadap kewenangan yang dilakukan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana berjalan inkonstitusional.
Maksudnya, Denny dalam mengeluarkan kebijakan mengacu pada kekuasaan tanpa sistem alias melakukan intervensi. “Kebijakannya kita setuju, tapi dia menggunakan kekuasaan tanpa kontrol dalam menerapkan remisi,” ujar Akil di gedung MK, Jumat (16/12).
MK menilai pemberlakuan kebijakan melalui telepon kepada anak buahnya itu tidak sesuai aturan. Karena dalam sistem hukum ada yang bekerja, sehingga tidak bisa dilanggar begitu saja. Kalau hal itu terjadi pada organisasi swasta, mungkin bisa lewat telepon. Namun, kalau menerapkan aturan di institusi pemerintah ada undang-undang, sehingga tidak ada kekuasaan tanpa batas.
Karena itu, ketika beberapa anggota DPR menggalang usulan hak interpelasi, pihaknya menyatakan hal itu sebagai batu ujian bagi Denny Indrayana. Pihaknya berharap ke depannya Wakil Menteri Hukum dan HAM tak lagi gegabah dalam mengeluarkan kebijakannya. “Jangan sampai budaya bawahan takut kepada atasan berkembang, sebab aturan dalam institusi harus dengan sistem,” terang Akil.