REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Khusus menanggulangi tindakan anarkis pendemo, Polri memiliki prosedur tetap, yakni Prosedur Tetap (Protap) Nomor 1/X/2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarkis terhadap pendemo. Protap ini pertama kali dibuat oleh Kapolri Era Jenderal (pur) Bambang Hendarso Danuri (BHD).
Protap ini disosialisasikan pertama kali oleh BHD melalui staff ahlinya, Irjen Suwarno Widjonarko di Mapolda Metro Jaya, setahun lalu. Inti dari protap ini adalah penanganan tindakan brutal sekelompok massa. Isi protap ini, jika memang anggota Polri melihat adanya tindakan brutal maka dia perlu melaporkan kepada komando agar ditindaklanjuti dengan mengirim jumlah personel lebih banyak.
Tindakan brutal pun harus dilihat dari tingkat eskalasinya. Jika semakin mengancam masyarakat sekitar maka tindakan Polri pun harus lebih tegas. Polri pertama kali berkewajiban memperingatkan. Jika tidak diindahkan maka Polri dapat membekuk. Jika melawan maka Polri boleh melumpuhkan dengan menembak bagian tubuh tertentu, seperti kaki agar tidak dapat berlari. Kalau tindakan seseorang mengancam kehidupan anggota Polri seperti menodongkan pistol atau membawa senjata tajam, kemudian senjata itu memang disiapkan untuk menyerang Polri, maka bisa saja ditembak mati.
Protap ini dikeluarkan setelah Polri dinilai gagal menindak insiden bentrokan massa di Pengadilan Negeri Jaksel, Jl Ampera Raya, setahun lalu. Dalam bentrokan dengan eskalasi tinggi itu Polri tak mampu berbuat apa-apa. Dua kubu massa saling menyerang dengan pistol dan senjata tajam jenis pedang dan pisau. Tiga orang tewas menggenaskan dalam insiden berdarah itu. Insiden itu kemudian mengilhami Kapolri untuk membuat protap penanganan eskalasi massa.
Pada saat demo seratus hari kepemimpinan SBY beberapa bulan lalu, protap ini didengungkan oleh Kapolres Jakarta Pusat saat itu, Komisaris Besar Hamidin. Dia dengan tegas menyatakan akan menggunakan protap itu jika massa brutal tak dapat dikontrol.
Ternyata benar. Saat demo seratus hari SBY, anggota Polres Jakpus melepas timah panas tidak langsung. Proyektil memantul dan mengenai seorang pendemo dari mahasiswa UBK. Pendemo langsung dilarikan ke RS terdekat untuk diobati.
Kini protap ini digunakan untuk menangani eskalasi massa yang memblokade Pelabuhan Sape, Bima, NTB. Dua orang tewas dalam insiden itu. Polri beralasan tindakan itu sudah sesuai protap ini. Namun, ketika eskalasi massa terdiri dari wanita dan anak-anak, apakah protap yang sama digunakan, tidak adakah prosedur lain?