REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada tahun 2011 ini polisi kelihatan sangat kedodoran dalam upaya deteksi dini kerusuhan dan pengamanan. Sebut saja insiden Cikeusik, kerusuhan Temanggung, kerusuhan Ambon, kerusuhan Klungkung Bali dan lain sebagainya.
Berbagai kerusuhan tersebut tidak dapat terdeteksi dengan baik oleh Polri. "Ini menunjukkan lemahnya penguasaan kewilayahan oleh lembaga ini. Karenanya perlu ada evaluasi apakah penyebab kelemahan tersebut," jelas Anggota Komisi III DPR-RI, Aboe Bakar Al-Habsyi, saat dihubungi, Senin (26/12).
Di sisi lain, Polri terlihat represif ketika melakukan kegiatan pengamanan. Tak jarang senjata mereka menyalak dan melukai bahkan menewaskan masyarakat sipil. "Tentu kita masih ingat insiden Batam, Papua, Mesuji Lampung, Oki Sumsel, Mandailing Natal dan yang terakhir dipengujung tahun ini adalah Bima," papar politisi PKS itu.
Karenanya sudah sangat patut DPR memanggil Kapolri. Dia melihat Polri lemah dalam mengelola bahan keterangan (Baket) intelijen menjadi sebuah operasi lapangan yang harus disiapkan dalam menindak lanjuti info intelijen. Seharusnya, dari Baket yang ada Polri harus mampu mengidentifikasi siapa yang dihadapi.
Bila yang dihadapi bukan kekuatan bersenjata. Polri dilarang keras membawa senjata, apalagi menggunakan. Seharusnya kekuatan polisi hanya digunakan apabila eskalasi di lapangan berkembang menjadi brutal dan memerlukan kekuatan bersenjata.
"Karenanya kita akan pastikan apakah tindakan lapangan yang dilakukan aparat telah sesuai dengan urutan tindakan yang benar. Apakah polisi sudah melakukan pendekatan yang persuasif," kata Aboe.