REPUBLIKA.CO.ID, BIMA - Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Rabu (28/12), menemui Bupati Bima Ferry Zulkarnain, menyusul insiden di Pelabuhan Sape yang merenggut korban jiwa dan luka-luka.
"Komnas HAM meminta Bupati Bima untuk mengkonsultasikan SK 188/2010 dengan Kementerian ESDM. SK inilah yang memicu unjuk rasa warga selama ini hingga terjadi insiden di Sape," kata Ridha Saleh, anggota Komnas HAM usai bertemu Bupati Bima.
Ia menilai ada sinyal baik bahwa Bupati Bima akan mencabut SK 188/2010 jika pemerintah pusat ikut memberikan jaminan. "Ada itikad baik dari bupati jika ada jaminan. Kita akan bantu mengkomunikasikannya dengan Menteri ESDM," katanya.
Anggota Komnas HAM melakukan pertemuan tertutup dengan Bupati Bima beserta jajarannya di ruang rapat kantor pemerintah kabupaten. Bupati Bima Ferry Zulkarnaen usai pertemuan mengatakan, kedatangan anggota Komnas HAM tersebut ingin meminta penjelasan terkait terbitnya SK 188/2010 tentang izin usaha pertambangan kepada PT Sumber Mineral Nusantara (SMN).
"Saat ini PT SMN masih dalam tahap eksplorasi, bahkan perusahaan tersebut belum melakukan pekerjaannya," katanya. Ia mengatakan,"Soal permintaan warga agar SK tersebut dicabut, saya tidak berani menentang undang-undangn".
"Di hadapan anggota Komnas HAM itu saya jelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 4/2010 tentang Minerba, yang boleh membatalkan SK tersebut atau SK itu batal jika perusahaan terlibat pidana, mengingkari perjanjian dan pailit," katanya.
Ditanya soal keterangan anggota Komnas HAM yang menyatakan bupati memberi sinyal akan mencabut SK tersebut, Ferry mengatakan Komnas HAM hanya menyarankan untuk mengkonsultasikannya dengan pemerintah pusat.
"Komnas HAM hanya menyarankan saya menemui Menteri ESDM dan menanyakan hal itu. Jika boleh, pasti kita cabut. Namun jika tidak, saya saat dilantik menjadi bupati sudah disumpah untuk tidak melakukan pelanggaran undang-undang," katanya.
Sementara itu, Ridhal Saleh menambahkan, terkait insiden di Pelabuhan Sape, Sabtu (24/12), Komnas HAM sudah menemui seluruh korban dan warga Kecamatan Lambu.
Ridhal belum bisa menyimpulkan karena harus dibahas dengan tim dan anggota Komnas HAM lainnya. Namun ia mengakui ada beberapa selongsong peluru yang diambil warga setelah insiden tersebut.
"Selongsong peluru itu sudah kita ambil, namun belum tahu apakah peluru tajam atau peluru karet. Komnas HAM juga sudah mengambil video baik yang direkam warga maupun aparat kepolisian," katanya.