Kamis 29 Dec 2011 09:53 WIB

Sebanyak 47 TKI Terancam Hukuman Mati

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Stevy Maradona
Hukum pancung di Arab Saudi (ilustrasi).
Foto: blogs.amnesty.org.uk
Hukum pancung di Arab Saudi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Sejak Satgas TKI bertugas pada Juli 2011, diketahui sebanyak 47 tenaga kerja Indonesia di luar negeri terancam hukuman mati. Sebagian besar dari mereka merupakan tenaga kerja wanita (TKW).

Data yang diperoleh dari BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), dalam 10 tahun terakhir, di Jeddah, Arab Saudi TKI yang mendapatkan vonis mati sebanyak 12 orang. Sedangkan yang terancam hukuman mati 14 orang. Empat orang sudah mendapatkan pemaafan.

Di Riyadh, TKI yang mendapatkan pemaafan sebanyak dua orang, ancaman rajam dua orang, qisash (hukuman balasan sesuai dengan perbuatannya) lima orang, ta'zir dua orang. Ta'zir adalah beban keputusan hukum berada di tangan pemerintah Arab Saudi. Meskipun keluarga korban sudah memaafkan, pemerintah dengan pertimbangan tertentu belum tentu memaafkan perbuatan pelaku.

Di Malaysia jumlah TKI yang terancam hukuman mati 148 orang. Sebanyak 117 di antaranya merupakan kasus narkotika. Di negara lain, TKI yang terancam hukuman mati antara lain di Iran tiga orang, Singapura dua orang dan Cina 40 orang.

Kepala BNP2TKI M. Jumhur Hidayat mengakui kurangnya pemantauan baik dari pemerintah maupun BNP2TKI karena sistemnya belum berjalan dengan baik. Menurutnya, meskipun para TKI yang berangkat ke luar negeri melalui jalur resmi, seringkali para penyalur TKI tersebut tidak mengetahui masalah yang menimpa kliennya.

"Apalagi yang melalui jalur tidak resmi," ujar Jumhur kepada Republika saat ditemui di ruang tunggu TKI Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Jumhur mengatakan, Indonesia harus mengurangi jumlah pekerja rumah tangga secara bertahap, terutama di negara Arab. Pertimbangannya, negara-negara tersebut belum memiliki mekanisme perlindungan dan penyelesaian masalah yang baik.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement