REPUBLIKA.CO.ID, Sebagian tentara dengan pangkat menengah sepenuhnya tidak tertarik dengn semua retorika patriotik. Bagi mereka ini hanyalah pekerjaan stabil dengan keuntungan. Mayarotias bahkan sangat naif dan tidak memiliki kesadaran politik dan revolusi ini benar-benar mengejukan mereka
Ketika gerakan rakyat dimulai pada 25 Januari, para tentara kalangan ini secara instink menentang para pemrotes. Namun begitu rezim berupaya mematahkan upaya itu, mereka mulai tertarik dengan kisah-kisah yang mencuat ke permukaan, tentang korupsi di sekeliling Mubarak dan kroni-kroninya.
Sebagian besar relatif menjadi pro-revolusi. Namun saya pikir ada perasaan pahit mengenai fakta bahwa semua hal-hal sangat gamblang telah membusuk untuk waktu sangat lama dan generasi mereka hanya melakukan sedikit tentang itu.
Kini adalah masa anak-anak lebih muda. Merekalah yang menuntut perubahan dalam politik, sementara orang-orang yang lebih tua bingung dan tidak yakin apa yang harus mereka percayai.
Setelah Mubarak jatuh dan pemerintahan transisi Dtab (Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata) dimulai, para perwira berpangkat tertinggi bergerak cepat mengamankan kesetiaan semua tentara junior dan kelas menengah.
Kapan pun demonstrasi Jumat atau unjuk rasa di Tahrir berlangsung, kami semua akan menerima bonus sekitar 250 hingga 500 pound Mesir (Rp370-750 ribu), baik apakah kami bertugas atau tidak saat demonstran turun ke jalan.
Itu sangat konyol. Pada puncak tertinggi dari gerakan, gaji para tentara dinaikkan dan setiap orang menerima bonus tinggi hampir setiap saat (rata-rata 2.400 pound--Rp3,5 juta--untuk saya pada Januari dan Februari lalu).
Sebagian besar anggota tentara tetap tidak sepenuhnya peduli dengan apa yang terjadi secara politik di jalanan. Mereka hanya bahagia dengan gaji ekstra. Kadang pun anda bisa mendengarkan gurauan bersalah mengenai kami adalah satu-satunya orang yang mendapat untung dari revolusi dan ketika rakyat Mesir ditindas.
Kondisi itu sangat jelas bahwa tentara begitu putus asa mencegah bentuk protes apa pun begitu Mubarak pergi. Tujuannya adalah untuk meraih hati populasi Islam lebih banyak yang mungkin secara tradisional selalu lebih keras terhadap tentara. Militer juga menakuti siapa pun yang mungkin berpikir untuk menggelar unjuk rasa.
Setiap konfrontasi dengan pengunjuk rasa kerap adalah tes untuk mengukur reaksi publik pada umumnya dan melihat tingkat kekerasan dan kebrutalan massa yang bisa mereka hadapi.
Tujuan itu begitu kentara saat aksi Maspero (protes oleh massa Kristen Koptik dan pendukungnya pada 9 Oktober yang dibubarkan entara hingga menewaskan 27 orang). Media, tentara dan Kementerian dalam negeri selalu berkerja sama untuk tujuan mereka dan mereka sungguh bisa meningkatkan kerjasama seperti memunculkan fitnah antara Muslim dan Kristen.
Memang ada banyak keacuhan besar sekaligus kebingungan di kalangan perwira. Minoritas Kristen dilihat oleh banyak pihak--di dalam militer dan di luar--kurang penting. Alhasil mereka menjadi sasaran empuk.
Anda harus catat baik-baik, bahwa sebagian besar tentara hanya menonton televisi utama di Mesir. Bisa dibilang mereka tidak pernah melihat video-video YouTbe yang menunjukkan sisi gelap Dtab. Mereka melakukan penyangkalan
Namun bulan-bulan berjalan, terlepas dari ketidakacuhan, sistem royal bonus, suara menentang kepala Dtab, Mohamed Hussein Tantawi telah berkembang. Sebagian dari tentara berpangkat menengah kini berpikir ia layaknya tangan kanan Mubarak.
Tak hanya itu, sebagian anggota militer juga membenci fakta bahwa kekerasan yang dilakukan Dtab telah mencoreng citra tentara di mata rakyat. Memang banyak yang masih tak setuju dengan protes pascaera Mubarak, karena mereka merasa ini bukan waktu yang tepat. Selain itu timbul perasaan bahwa orang lain dapat pergi dan demonstrasi di jalanan ketika mereka sendiri tak memiliki kebebasan macam itu.
Namun sikap seperti itu pun mulai berubah. Perubahan didorong salah satunya oleh sejumlah saluran TV independen yang menayangkan klip-klip video kekerasan terkini dan kebrutalan pasukan keamanan. Sikap tentara juga didiskusikan secara terbuka oleh figur-figur media terkenal Mesir, seperti Yosri Fouda dan Ibrahim Eissa. Lebih dan lebih banyak lagi anggota militer dari pangkat menengah kini berbalik menentang Dtab dan Tantawi. (selesai)