Selasa 10 Jan 2012 18:32 WIB

Pengadilan Tipikor Bebaskan Koruptor, KY Minta Salinan Putusannya

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Chairul Akhmad
Seorang terdakwa korupsi menjalani sidang di Pengadilan Tipikor (ilustrasi).
Foto: Antara
Seorang terdakwa korupsi menjalani sidang di Pengadilan Tipikor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Senin (9/1), membuat putusan kontroversial dengan membebaskan terdakwa korupsi, Sukmaniharto, dalam kasus ganti rugi lahan pembangunan jalan tol di Desa Jatirunggo Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang.

Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY), Imam Inshori Saleh, mengaku belum membaca putusan tersebut, termasuk dakwaan, pertimbangan hukum, maupun bunyi putusannya. Sehingga pihaknya tidak bisa menilai putusan tersebut sudah memenuhi kaidah hukum atau belum.

Sebagai langkah awal, KY akan segera mengontak jejaring KY di Semarang untuk memperoleh info jalannya sidang dan hasil pantauannya. "Kami juga segera meminta salinan putusan hakim kasus yang bersangkutan ke ketua Pengadilan Negeri Semarang agar dapat memberikan tanggapan yang akurat," kata Imam, Selasa (10/1).

Apabila dalam perkembangan diketahui ada pelanggaran etika dan pedoman perilaku hakim, KY akan menindaklanjuti dengan pemeriksaan pihak-pihak terkait, termasuk klarifikasi terhadap majelis hakim. Tetapi, kalau tidak ada pelanggaran etika dan pedoman perilaku hakim, KY akan menghormati putusan hakim.

Adapun putusan dissenting opinion satu hakim ad hoc, kata Imam, hal itu tidak masalah dan sah-sah saja dalam pengambilan keputusan majelis hakim. "KY baru tahap minta info ke jejaring dan nanti segera disusul dengan permintaan salinan putusan majelis hakim," kata dia.

Pertama kali pada 2012, Pengadilan Tipikor Semarang membebaskan Agus Sukmaniharto, terdakwa korupsi ganti rugi lahan pembangunan jalan tol di Desa Jatirunggo Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang. Ia dinyatakan lepas dan bebas dari seluruh dakwaan.

Putusan majelis hakim pada sidang tersebut tidak bulat, namun berdasar suara terbanyak. Hakim karier Lilik Nuraini sebagai Ketua Majelis dan hakim ad hoc Lazuardi Lumban Tobing sebagai hakim anggota menilai, perbuatan terdakwa Agus masuk dalam ranah hukum perdata. Karenanya, tidak bisa diselesaikan dengan hukum pidana korupsi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement