REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - Meski Myanmar masih dipandang menjalankan demokrasi setengah hati, namun beberapa kebijakan menunjukkan bekas negara junta itu memiliki niat baik. Myanmar memberikan pengampunan kepada sejumlah pembangkang politik termasuk seorang mantan perdana menteri, Jumat (13/1) sesuai dengan amnesti baru kepada para tahanan.
Kebijakan itu adalah serangkaian reformasi yang mengejutkan oleh pemerintah itu. Pembebasan ratusan tahanan politik di negara yang dulu bernama Burma itu merupakan satu tuntutan penting yang lama diajukan negara-negara Barat. Atas dasar itu pula Barat memberlakukan sanksi-sanksi terhadap negara yang dikuasai militer itu.
Partai oposisi yang dipimpin Aung San Suu Kyi memuji pembebasan itu sebagai satu "tanda positif". Kebijakan amnesti baru disebut menimbulkan harapan-harapan baik sekaligus tanda paling penting dibawah pemerintah sipil yang baru itu.
"Kami menyambut baik pembebasan itu. Sejumlah (pembangkang) sedang dalam perjalanan pulang mereka ke rumah," kata seorang juru bicara Liga Nasional untuk Demokrasi (NKD), tanpa merinci lebih jauh tentang berapa jumlah para tahanan yang dibebaskan.
Mantan aktivis Min Ko Naing termasuk di antara mereka yang dibebaskan, kata keluarganya. "Dia akan dibebaskan pagi ini. Pihak berwenang telah memberitahu kami," kata saudara perempuannya Kyi Kyi Nyunt kepada AFP.
Aktivis mahasiswa Htay Kywe, yang dihukum 65 tahun penjara tahun 2007, juga termasuk di antara mereka yang dibebaskan,kata keluarganya.
Seorang pejabat pemerintah mengatakan mantan perdana menteri dan pemimpin intelijen militer Khin Nyut, yang ditahan setelah dia digulingkan dalam pergolakan kekuasaan tahun 2004 juga termasuk dalam daftar mereka yang dibebaskan. "Khin Nyunt juga akan dibebaskan," katanya kepada AFP.
Para pejabat Kamis malam mengumumkan satu amnesti telah diberikan kepada sekitar 650 tahanan yang ditahan dalam sejumlah penjara di negara itu.
Amnesti terbaru Presiden Thein Sein , yang menurut rencana akan dilaksanakan Jumat. Kebijakan itu bertujuan bagi rekonsiliasi nasional dan termasuk dalam proses politik", kata seorang pejabat pemerintah yang tidak bersedia namanya disebutkan kepada AFP.
Amerika Serikat dan Uni Eropa, lega dengan langkah-langkah reformasi oleh pemerintah yang berkuasa tahun lalu. Mereka memang menuntut pembebasan para tahanan politik sebelum mempertimbangkan pencabutan sanksi-sanksi terhadap Myanmar. Namun sejumlah media barat masih sangsi dengan reformasi Myanmar dan melabeli demokrasi di negara itu sebagai 'Demokrasi Disiplin'.
Sekitar tahanan politik dibebaskan Oktober lalu, tetapi para aktivis memperkirakan masih ada antara 500 dan lebih 1.500 tahanan politik di penjara-penjara Myanmar. Di antara mereka yang dibebaskan Oktober adalah para anggota NLD dan pelawak terkenal Zarganar, pengecam keras pemerintah itu. Dia hanya menggunakan satu nama.
Tetapi banyak pembangkang termasuk tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam pemberotakan yang dipimpin mahasiswa yang gagal tahun 1988, tetap mendekam dalam penjara-penjara.