REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Presiden Pakistan, Asif Ali Zardari, telah kembali dari kunjungannya ke Dubai di tengah meningkatnya krisis politik di negaranya.
“Ia telah kembali pada Jumat pagi,” ujar Juru Bicara Kepresidenan, Farhatullah Babar, Jumat (13/1).
Menurut pejabat Pakistan, kepergian Zardari ke Dubai tidak ada hubungannya dengan pemecatan Menteri Pertahanan Naeem Khalid oleh Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani. Banyak yang merendahkan kemampuan Zardari menghadapi ketegangan antara pemerintah sipil dan kubu militer.
Sementara itu, Gilani telah menjadwalkan pertemuan dengan komite kabinet pertahanan pada Sabtu (14/1) esok. Pejabat pemerintah mengatakan, panglima militer akan datang sebagai pertanda untuk mengurangi gesekan di negara tersebut. Kompetisi perebutan kekuasaan antara sipil dan militer telah mewarnai kehidupan politik Pakistan sejak 1947.
Zardari pergi ke Dubai awal bulan lalu untuk berobat. Kepergiannya itu memancing rumor bahwa ia dipaksa meninggalkan negaranya oleh tentara. Rumor lainnya mengatakan ia kabur karena skandal memo strategi militer yang membuat Khalid dipecat. Memo tersebut berisi permintaan bantuan dari Washington untuk menggulingkan kekuasaan militer Pakistan. Gilani menuduh Khalid atas tindakannya yang kotor dan ilegal dan menciptakan kesalahpahaman antara kedua institusi.
Skandal memo itu muncul ke permukaan tiga bulan lalu ketika Mansoor Ijaz, pebisnis AS asal Pakistan, menulis di kolom Financial Times. Di kolom itu, Ijaz mengatakan memo dikirimkan pada Mei atas nama Zardari untuk Mike Mullen, Kepala Staf Gabungan AS pada saat itu.
Kepala Militer Jenderal Ashfaq Pervez Kayani telah berbincang dengan kepala komando tertinggi. Terdapat spekulasi mereka berbincang mengenai gerakan militer selanjutnya dalam menghadapi krisis politik. Pertemuan itu juga mengindikasikan jenderal telah kehilangan kesabarannya terhadap pemerintah.