REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Beberapa pekan setelah para tahanan pertama menginjakkan kaki di Guantanamo. pemrintah AS mendeklarasikan bahwa perlindungan Konvensi Jenewa tidak akan berlaku bagi mereka. Penjara itu tak butuh waktu lama untuk memiliki reputasi besar mengerikan sebagai penyiksa tahanan.
Rabu, 11 Januari 2012 lalu adalah ulang tahun kesepuluh pembukaan pintu pertama kalinya tahanan militer paling kontroversial di dunia yang juga disebut Gitmo. Penjara itu dinilai mewakili periode memalukan dalam sejarah AS di dunia sekaligus noda nasional.
Guantanamo mencerminkan masa di mana AS menjadi dikenal di seluruh dunia atas pengabaian terhadap prinsip utama menghormati aturan dan hukum serta kepatuhan terhadap Konvensi Jenewa.
Kampanyae Religius Nasional Menentang Penyiskaan bersama Amnesti Internasional AS, Pusat Hak Konstitusi dan Saksi Melawan Penyiksaan melakukan demonstrasi besar-besaran di Washington DC pada Rabu lalu. Protes itu juga terjadi di sebagian kota besar lain dunia, London dan Madrid.
Tanggal 11 Januari adalah hari di mana bangsa Amerika Serikat seharusnya merefleksikan diri, bagaimana bisa memelintir penggambaran penyiksaan seperti simulasi penenggelaman dianggap enteng layaknya 'mencelupkan ke air', demikian tulis Susan Brooks Thistlethwaite di blognya di Washington Post, sebagai refleksi sepuluh tahun berdirinya Gitmo. Ia juga menulis dokumen internal CIA mengungkap bahwa praktek yang terjadi jauh lebih brutal dengan proses kejam.
Laporan meyakinkan dari Palang Merah mengindikasi bahwa personel medis CIA bahkan 'memonitor' jenis penyiksaan tersebut. Palang Merah menyimpulkan "partisipasi personel kesehatan dalam proses interogasi baik secara langsung maupun tidak, dalam praktek perlakuan buruk adalah pelanggaran besar kode etik medis, di beberapa kasus mereka bahkan berpartisipasi dalam penyiksaan dan/atau perlakuan yang merendahkan kemanusiaan secara kejam.
Masih dalam blognya, Susan Brooks, mengecam. "Teknik-teknik semacam simulasi penenggelaman dan penyiksaan lain selain ilegal juga diluar hukum Tuhan," tulisnya. "Penyiksaan tidak hanya berlaku pada fisik tetapi juga membunuh jiwa karena apa yang terjadi pada tubuh dan pikiran seseorang juga berlaku pada spirit manusia tersebut."
Susan menegaskan harga diri dan martabat manusia adalah karya agung tuhan. Karena itu mereka yang mempratekkan hukum penyiksaan sama dengan menghancurkan martabat masyarakat di mana otoritas terhadap penyiksaan itu diperintahkan.
Bagaimana dengan pemerintah AS? Bisa jadi harapan untuk menutup pintu-pintu Guantanamo jauh panggang dari api. Memang benar, Kongres AS--dengan dukungan mayoritas dari bipartisan--telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang membuat kian sulit, bahkan mustahil, untuk memindahkan tahanan Guantanamo ke AS.
Namun, lama sebelum itu terjadi, Obama sudah membuat kepastian. Ia ingin meneruskan dua pilar peninggalan Bush, yakni (1) penahanan tak terikat batas waktu tanpa dakwaan dan (2) komisi militer (bagi mereka tahanan yang cukup beruntung untuk didakwa dengan tuduhan tertentu).
Keputusan yang diteken pada Maret 2011 lalu memperlihatkan Obama tidak pernah berencana 'menutup Guantanomo' meski sewaktu kampanye pemilu presiden, ia sesumbar penutupan penjara berlokasi di satu pulau di Kuba itu bakal menjadi agenda utama bila ia terpilih. Yang ia lakukan justru memindahkan ke beberapa mil di utara Illinois, dimana ketidakadilan secara gamblang masih akan berlangsung.