Secara Etimologi
Al-Akhlaq merupakan bentuk plural dari al-khuluq yang digunakan untuk mengistilahkan sebuah karakter dan tabiat dasar penciptaan manusia. Kata ini terdiri atas huruf kha-la-qa yang biasa digunakan untuk menghargai sesuatu.
Ar-Ragib mengatakan, pada dasarnya, kata al-khalqu, al-khulqu, dan al-khuluqu memiliki makna yang sama. Namun, al-khalqu lebih dikhususkan untuk bentuk yang dapat dilacak panca indra, sedangkan al-khuluqu dikhususkan untuk kekuatan dan tabiat yang bisa ditangkap oleh mata hati.
Allah SWT berfirman, "Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur." (QS. Al-Qalam: 4).
Akhlak mulia di dalam ayat ini, sebagaimana dikemukakan Ath-Thabari, bermakna tata krama yang tinggi; yaitu tata krama Alquran yang telah Allah tanamkan di dalam jiwa Rasul-Nya.
Disamping itu, ada juga ulama yang berpendapat bahwa akhlak Rasulullah SAW dikatakan terpuji karena beliau memiliki semua potensi budi pekerti yang baik. Hal ini tersirat dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia." (HR Bukhari dan Ahmad).
Secara Terminologi
Al-Jahizh mengatakan, akhlak adalah jiwa seseorang yang selalu mewarnai setiap tindakan dan perbuatannya, tanpa pertimbangan lama ataupun keinginan. Dalam beberapa kasus, akhlak ini sangat meresap hingga menjadi bagian dari watak dan karakter seseorang.
Namun, dalam kasus yang lain, akhlak ini merupakan perpaduan dari hasil proses latihan dan kemauan keras seseorang. Sifat dermawan misalnya, bisa jadi telah tertanam dalam diri seseorang tanpa usaha membiasakan atau memaksakan diri untuk bersikap demikian. Kondisi ini juga berlaku bagi akhlak lain, seperti berani, penyayang, selalu menjaga kesucian, dan bersikap adil.
Menurut Ibnu Taimiyah
Menurut Ibnu Taimiyah, akhlak berkaitan erat dengan iman, karena iman terdiri dari beberapa unsur berikut ini:
1. Berkeyakinan bahwa Allah adalah Sang Pencipta satu-satunya, Pemberi rezeki dan Penguasa seluruh kerajaan.
2. Mengenal Allah dan menyakini bahwa Dia yang patut disembah.
3. Cinta kepada Allah melebihi segala cinta terhadap semua makhluk-Nya.
4. Cinta hamba kepada Tuhannya akan mengantarkannya pada tujuan yang satu, yaitu demi mencapai ridha Allah SWT.