REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sejak lama mendukung terbentuknya negara Palestina untuk merdeka dan berdaulat. Namun, Pemerintah Indonesia belum memiliki rencana untuk membuka perwakilan Republik Indonesia di Ramallah, Palestina, dalam waktu dekat.
Pernyataan itu, menurut Direktur Informasi dan Media Kementerian Luar Negeri, Priatna, di Jakarta, kemarin, disampaikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam Rapat Kerja Menteri Luar Negeri dengan Komisi I DPR. Rapat kerja itu, kata Priatna, menghasilkan kesimpulan penting tentang kinerja Kementerian Luar Negeri di tahun 2011.
"Dialog itu menyinggung berbagai isu dari soal 'cost-benefit' perwakilan RI dan kontribusinya, jumlah perjanjian yang ditandatangani, hingga 'code of conduct' Laut Cina Selatan, dan kabar belum memungkinkannya membuka perwakilan RI untuk Palestina di Ramallah, dalam waktu dekat," katanya.
Komisi I DPR, lanjut dia, memberikan apresiasi terhadap capaian diplomasi yang dilakukan, sekalipun langkah penguatan diplomasi ekonomi berikut koordinasi dengan kementerian terkait masih sangat diperlukan, dalam kerangka pembangunan ekonomi di tahun 2012.
Dalam kesempatan itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menegaskan sederet fakta langkah dan capaian diplomasi ekonomi sepanjang tahun 2011. Sepanjang tahun 2011, Indonesia telah menandatangani 146 perjanjian internasional dengan 46 negara.
Dalam konteks bilateral 131 perjanjian telah ditandatangani. Dari sekian banyak perjanjian atau nota kesepahaman itu, 96 di antaranya menyangkut perekonomian dan kesejahteraan rakyat sedangkan 53 perjanjian menyangkut urusan politik, hukum, dan keamanan.
Besaran itu menunjukkan bahwa diplomasi ekonomi menjadi prioritas penting di tengah upaya menciptakan keamanan dan peran Indonesia sebagai penengah maupun perang melawan terorisme di kawasan.