REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kinerja kontraktor dari Cina yang belum mendetail menaati isi kontrak membuat kerja proyek listrik 10 ribu megawatt (MW) mandeg.
Wakil Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral, Widjajono Partowidagdo, mengakui hal tersebut menyebabkan dua proyek di antaranya tak berjalan lancar.
Kedua proyek yang ia nilai mengecewakan itu adalah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pangkalan Susu, Sumatera Utara, dan PLTU Takalar, Sulawesi Selatan. Targetnya, proyek itu terdiri dari 37 pembangkit. Namun, hingga saat ini, kontraktor Cina itu menunda realisasi kerja dan baru menyelesaikan empat pembangkit berkapasitas 2.800 MW.
“Jika ada pihak yang tak melaksanakan kinerja sesuai kontrak seharusnya ada sanksi,” katanya kepada wartawan di komplek perkantoran Kementerian ESDM akhir pekan lalu. Namun, ia menolak menjelaskan lebih rinci di mana letak pelanggaran kerja kontraktor Cina tersebut.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (KPPN), sebelumnya, juga meminta Kementerian ESDM mengganti kontraktor Cina yang menangani proyek listrik 10 ribu MW. KPPN menilai mereka tak memiliki kapabilitas membangun pembangkit listrik.
Widjajono menduga kemungkinan tender terdahulu hanya mengutamakan faktor penawaran proyek yang murah. Sedangkan kualitas kerja tak menjadi pertimbangan utama. Ia menduga hal ini berdasarkan pengalaman kerjasama dengan Jepang yang selama ini berjalan baik, maka jika dicoba dengan Cina hal serupa akan terjadi. Kenyataannya terbalik.
Pilihan bagi kontraktor Cina tersebut, menurut Widjajono, hanya dua. Pertama, Cina memperbaiki kinerjanya. Jika tidak, maka pilihan kedua adalah Indonesia tak akan melibatkan kontraktor Cina lagi dalam tender-tender proyek energi ke depannya.
“Ke depan, tender kita harus dengan kontraktor Cina yang benar. Mungkin saat ini kerjasama kita dengan Cina yang nggak benar,” ujar Widjajajono. Pemerintah akan mengevaluai secepatnya agar tak terus dirugikan.