REPUBLIKA.CO.ID, BENGHAZI - Sejumlah pasukan loyalis Moammar Qhadafi menyerang beberapa Kota di Libya, Senin (23/1) waktu setempat. Akibat serangan ini, tujuh orang dinyatakan tewas. Mereka yang tewas adalah para aktivis yang turut menggulingkan Moammar Khadafi dari kursi kepresidenannya.
Serangan pertama berlangsung di bagian barat Kota Bani Walid, lalu Ibu kota Libya Tripoli, dan bagian timur Benghazi. Belum diketahui apakah serangan dilakukan secara terkordinasi atau tidak.
Juru bicara Brigade Revolusioner di Bani Walid, Mahmoud al- Warfali mengatakan sedikitnya empat pejuang tewas di bagian barat kota. Di mana wilayah tersebut merupakan salah satu benteng pertahanan terakhir rezim Qhadafi dari serangan pejuangan revolusioner.
Mahmoud mengatakan setidaknya 150 pejuangan pro-Qhadafi terlibat baku tembak di jalanan. Mereka menggunakan granat, peluncur roket, dan senapan AK-47. "Mereka berhasil mengibarkan bendera Libya hijau [versi] rezim Qhadafi di gerbang utara kota," ujar Mahmoud, seperti dilansir Associated Press, Selasa (24/1).
Serangan ini menurut Mahmoud dilakukan loyalis Qhadafi untuk mengambil alih kota dari tangan pemerintah revolusioner. Tiga pejuang revolusi tewas saat berusaha mempertahankan kota.
Pertempuran awalnya berpusat di pangkalan brigade revolusioner, kemudian menyebar ke bagian lain kota. Serangan ini sempat membuat repot puluhan pejuang revolusioner yang bertugas. Bantuan militer dikirimkan untuk memukul mundur penyerang.
"Mereka mencoba mengambil kota dan kantor pemerintah, tapi terima kasih Tuhan kami telah mampu melawan mereka," ujar Mahmoud.
Seorang Komandan Militer Libya di Tripoli, Abdel Rahman al-Soghayar mengatakan penembakan pada Senin malam juga terjadi di Tripoli. Penembakan menciptakan ketakutan masyarakat dan memaksa toko-toko tutup lebih awal. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa di Tripoli.
Selain itu laporan juga menyebutkan baku tembak antara pejuang revolusioner dan loyalis Qhadafi juga terjadi di pegunungan Nafusa barat. Namun tidak ada rincian yang jelas mengenai peristiwa tersebut.
Sejak tewasnya Qhadafi, gelombang protes terhadap pemerintahan pengganti terus meningkat. Protes berisi tuntutan realisasi janji transparasi pemerintahan dan kompensasi bagi para korban luka dalam perang sipil menggulingkan Qhadafi. Janji pemerintah baru untuk memberikan keadilan bagi para pejuang yang tewas dalam perang, telah dirampas oleh para pejuang revolusioner di beberapa daerah.