REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - BUMN yang bergerak dalam bidang perkebunan diminta tetap menjaga aset negara apabila terjadi konflik dengan masyarakat terkait kepemilikan tanah. "Misalnya PTPN II hadir di Sumatera Utara pasti mempunyai misi khusus untuk mengembangkan perkebunannya. Kalau sampai kemudian masyarakat ada yang melakukan klaim harus bisa dijelaskan dengan baik agar misi perkebunan itu tidak terganggu," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (25/1).
Menurut Menkeu, apabila terdapat klaim-klaim mengenai perebutan lahan, pemerintah mengharapkan direksi BUMN bersama pemerintah daerah dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan masyarakat. Ia meyakini BUMN memiliki dasar hukum yang jelas terkait Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB,) sehingga seharusnya tidak terjadi perdebatan mengenai kepemilikan lahan yang dimaksud.
"Mengenai HGB atau HGU itu biasanya ada proses perpanjangan dengan instansi agraria yang berwenang," ujarnya Kalau seandainya ada pengertian bahwa jatuh tempo boleh direbut masyarakat itu saya rasa tidak betul," imbuh Menkeu.
Untuk itu, Menkeu mengharapkan permasalahan mengenai konflik lahan antara BUMN perkebunan dengan masyarakat di Sumatera Utara tidak sampai merugikan negara. "(Lahan) itu adalah aset negara yang sudah dipisahkan, artinya itu merupakan investasi negara disitu, jadi jangan sampai nanti negara dirugikan," katanya.
Sebelumnya, manajemen PT Perkebunan Nusantara (Persero) mengaku kewalahan menghadapi aksi penggarap lahan kebun yang cakupan luasnya kini diperkirakan sudah mencapai ribuan hektare. "Kami memang kewalahan menghadapi aksi penggarapan lahan yang berlangsung sejak 10 tahun lalu," kata Humas PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II Rahmuddin di Medan.
Lahan perkebunan yang digarap itu masih berstatus hak guna usaha (HGU) dan diperkirakan termasuk sebagian lahan eks HGU tersebar di sejumlah titik di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat, Sumatera Utara (Sumut).
Sebagian besar lahan yang digarap itu semula merupakan areal kebun sawit dan setelah digarap fungsinya berubah menjadi kawasan permukiman dan ladang penduduk. "Total lahan yang digarap diperkirakan sudah mencapai 5.000 hektar lebih," tambahnya.
Dari sisi ekonomi, menurut dia, aksi penggarapan lahan tanpa izin turut mengganggu kinerja badan usaha milik negara (BUMN) tersebut dalam memenuhi kewajibannya memberi kontribusi secara maksimal untuk menambah penerimaan negara.