REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat dari Universitas Islam Negara Syarif Hidayatullah, Jamhari Makruf mengatakan, terdapat tiga faktor yang menyebabkan pemuda terpelajar di Sekolah Menengah Atas maupun universitas dapat masuk dan menjadi anggota kelompok jaringan teroris.
"Faktor pertama adalah tiadanya pendidikan agama di masa kecil, yang kedua karena kekurangan uang, dan yang ketiga karena terjebak," kata Jamhari di Jakarta, Rabu (25/1).
Faktor pertama menurut Jamhari biasanya banyak mempengaruhi pemuda terpelajar dengan latar belakang ekonomi keluarga yang mapan.
"Para pemuda ini sesungguhnya pintar, berasal dari keluarga baik-baik dan relatif kaya. Namun mereka tidak pernah mendapat pendidikan agama di masa kecil sehingga ajaran pertama yang masuk di kepala mereka itulah yang membekas," kata dia.
Jamhari mengatakan bahwa ajaran radikal dan terorisme saat ini sudah memasuki wilayah kampus dan sekolah-sekolah menengah. Ideologi aliran keras itulah justru yang pertama kali diterima oleh anak-anak muda.
Faktor kedua, yaitu kekurangan biaya hidup (bukan kemiskinan). "Sebagian besar mempengaruhi mahasiswa yang berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah dan jauh dari orang tua," kata Jamhuri.
Menurut dia, mahasiswa tersebut ketika datang ke kota tempat dia belajar langsung ditawari oleh anggota kelompok teroris berbagai macam bantuan keuangan termasuk tempat tinggal gratis atau murah. "Hal tersebut yang membuat mereka merasa berhutang budi sehingga ketika diajak untuk masuk ke jaringan teroris ataupun radikal, para pemuda dari kalangan menengah ke bawah ini tidak bisa menolak," kata Jamhuri.
Faktor terakhir pemuda terpelajar masuk ke jaringan terorisme dan kelompok radikal, yaitu karena terjebak. MenuturJamhuri banyak terjadi pada pemuda kelas menengah yang pada mulanya tidak tahu soal terorisme.
"Mereka pada mulanya menjalin hubungan khusus dengan anggota jaringan teroris, berpacaran misalnya, dan kemudian jika ingin meneruskan hubungan tersebut ke tingkat lebih lanjut, para pemuda ini dipaksa menjadi anggota jaringan teroris," kata dia.
Jamhuri berpendapat bahwa para pemuda yang terjebak ini yang berbahaya karena mereka bisa melakukan apa saja untuk mempertahankan hubungan dengan anggota jaringan teroris.
Menurut Direktur Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Petrus Golose di Jakarta, Rabu, perekrutan anggota jaringan terorisme lokal maupun transnasional saat ini tidak lagi menyasar kalangan miskin yang tidak berpendidikan. Jaringan ini justru merekrut para pemuda berpendidikan tinggi dan secara ekonomi relatif tidak bermasalah