REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Sebuah kelompok etnis Uighur di pengasingan, Jumat (27/1), mendesak Beijing untuk menjelaskan nasib 20 orang etnis Uighur yang melarikan diri ke Kamboja, tapi dideportasi kembali ke Cina. Kekhawatiran itu muncul setelah tersiar kabar yang menyebutkan bahwa beberapa di antara mereka dijatuhi hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Mereka yang dideportasi ialah warga kelompok minoritas Uighur yang mayoritas Muslim dan telah lama mengeluhkan penindasan di Xinjiang. Mereka meninggalkan Cina setelah kerusuhan etnis di daerah terpencil bagian barat laut Cina itu pada tahun 2009.
Mereka mengajukan permohonan status pengungsi PBB di Kamboja, namun dipulangkan paksa kembali ke Cina pada bulan Desember 2009, dalam sebuah langkah yang memicu kecaman dari dunia internasional. Keputusan Kamboja untuk mendeportasi etnis Uighur segera diikuti oleh bantuan dan paket pinjaman senilai 1,2 miliar dolar AS dari Beijing. Cina telah menolak tuduhan hubungan antara kedua hal itu.
Menurut Kongres Uighur Dunia, Cina telah menolak untuk mengkonfirmasi keberadaan anggota kelompok itu meskipun laporan media menyebutkan bahwa empat orang dijatuhi hukuman mati setelah mereka kembali, sedangkan 14 lainnya dipenjara seumur hidup.
"Uighur secara paksa kembali ke Cina dengan resiko ekstrim mengalami penyiksaan, penahanan dan penghilangan paksa," kata Rebiya Kadeer, presiden kelompok pengungsi itu di Munich dalam sebuah pernyataan email kepada AFP.
"Kami sekali lagi menyeru pada pemerintah internasional untuk menekan pihak berwenang di Cina untuk segera mengungkapkan keberadaan semua etnis Uighur yang diekstradisi dan untuk memberikan keterangan, jika ada, tentang apa yang telah dilakukan terhadap mereka. "
Dalam hukuman terakhir yang belum dikonfirmasi, seorang yang dideportasi bernama Musa Muhamad telah dijatuhi hukuman 17 tahun penjara oleh pengadilan di Kota Kashgar di Xinjiang pada 20 Oktober, menurut Radio Free Asia.
Laporan itu mengatakan tidak jelas apa tuduhan yang diberikan pada pris berusia 25 tahun itu karena dia diadili secara tertutup. Sebuah telepon kepada pengadilan itu tidak memperoleh jawaban, Jumat, demikian juga telepon ke Departemen Hukum wilayah Xinjiang.
Cina telah mengatakan bahwa warga Uighur dicari sehubungan dengan kerusuhan yang meletus pada Juli 2009 di ibukota regional Urumqi antara suku Uighur dan etnis mayoritas Cina, Han, yang menewaskan hampir 200 orang.
Uighur telah menyatakan kekhawatirannya akan penganiayaan dan penyiksaan jika mereka dikirim pulang ke Cina. Pasalnya pemerintah menerapkan operasi keamanan besar-besaran di Xinjiang setelah kekerasan 2009.
Pada saat itu, pelapor khusus PBB tentang penyiksaan menyebut pengusiran etnis Uighur dari Kamboja adalah "pelanggaran terang-terangan" aturan anti-penyiksaan dan mendesak penyelidik independen serta akses ke kelompok itu jika mereka harus ditahan