REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV - Israel terus gelisah bila Iran masih memiliki Nuklir. Sanksi dari Uni Eropa dan Amerika, menurut Israel, hanya menunda sesaat perkembangan nuklir Iran.
Para pemimpin di negara Yahudi itu mendeklarasikan bahwa serangan militer adalah langkah masuk akal untuk mencegah Iran benar-benar mencapai kapasitas persenjataan nuklir.
Sikap keras yang dilontarkan kepada publik dari Tel Aviv itu muncul di tengah laporan kesiapan militer Israel untuk benar-benar melakukan serangan terhadap Iran.
Salah satu laporan mengklaim bahwa bila badan keamanan Israel sungguh melakukan serangan maka Iran pasti akan membalas dan akan terjadi kekacauan hebat. Namun pejabat tinggi Inggris menyatakan bahwa hirarki di dalam badan intelijen Israel, Mossad, dan angkatan bersenjata tetap memiliki perasaan gentar bila konflik benar-benar terjadi antara Israel dan Iran di wilayah itu.
Berbicara di depan pertemuan ekonomi Israel, Jumat (27/1) kemarin, Menteri Pertahanan, Ehud Barak, mengingatkan bahwa situasi dapat bergerak cepat mencapai kondisi di mana aksi militer bahkan tak bisa menghadang Iran lagi.
"Kami bertekad untuk mencegah Iran dari aktivitas nuklirnya, Sepertinya ini kian mendesak bagi kita, karena Iran yang sengaja menuju ke arah zona kekebalan yang praktis tidak ada operasi pembedahan yang bisa memblokir mereka.
Dua bulan lalu, Barak mengingatkan bahwa perang dengan Iran berarti 'tidak akan ada piknik' alias akan membawa Israel dalam ketegangan tanpa henti. Namun laporan yang mencuat dari Israel menyebut bahwa Menteri Pertahana dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, kini menerima analisis bahwa skala balasan Iran kemungkinan tak akan terlalu besar seperti diperkirakan sebelumnya. Laporan itu membuat kepercayaan diri Israel untuk melakukan serangan militer kian bertambah
Sebuah paper yang diterbitkan oleh Begin-Sadat Centre untuk Kajian Strategis menyatakan bahwa ketakutan serangan rudal Iran terhadap Israel hanyalah gertak berlebihan dan diprediksi sekedar menyebabkan kerusakan minor.
Sementara makalah lain oleh Institute of National Security Studies di Tel Aviv University yang ditulis oleh mantan kepala intelijen militer Israel, Amos Yadlin, berpendapat bahwa Teheran hanya mampu menutup selat Hormuz, rute kunci perdagangan minyak, seperti yang mereka selalu ancamnkan. Namun, imbuhnya, hanya untuk jangka pendek. Pasalnya, penutupan selat berarti pula eksport minyak Iran akan terhenti. Itu berarti, serangan militer terhadap Iran sangat dimungkinkan.