REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam mengambil keputusan terkait penetapan seseorang menjadi tersangka atau tidak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disarankan untuk melakukan dissenting opinion (DO). Hal tersebut terkait rumor adanya perpecahan di antara pimpinan KPK yang terdengar belakangan.
"Ini diperlukan agar rakyat mengetahui apa sikap dan pendapat sesungguhnya setiap pimpinan KPK. Sehingga keterbukaan, pertanggungjawaban, dan penguatan KPK tetap terbangun," kata Anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, Ahad (29/1).
Menurut Bambang, DO memang tak lazim dalam proses hukum selain dalam putusan pengadilan atau badan kehakiman. Misalnya dalam proses penyelidikan dan penyidikan khususnya untuk menetapkan seseorang menjadi atau tidak menjadi tersangka.
Namun kebijakan ini merupakan ide bagus bagi Abraham Samad dan kawan-kawan sebagai terobosan baru. Sehingga, rakyat dapat memantau dan mengawasi proses hukum melalui pendapat pimpinan KPK dalam keputusan tersebut.
Apabila ada di antara pimpinan KPK berpendapat lain saat seseorang ditetapkan menjadi atau tidak menjadi tersangka maka hal tersebut dapat terwadahi. Dengan demikian kejelasan komitmen, sikap pendirian, dan konsistensi setiap pimpinan KPK terhadap pemberantasan korupsi tetap terpantau.
"Contoh dalam kasus wisma atlet dan kasus-kasus kaitannya, kasus cek pelawat, kasus century, kasus mafia pajak, dan lain-lain. Biar publik menilai, siapa memutuskan apa dari para pimpinan KPK itu," papar dia.