Ahad 29 Jan 2012 22:57 WIB

'Prison and Paradise' Membuka Mata Kasus Bom Bali

bom bali
Foto: istimewa
bom bali

REPUBLIKA.CO.ID,Bom Bali 2002 telah mengubah wajah Indonesia secara signifikan. Menyisakan perdebatan panjang tentang jihad, isu terorisme, kemanusiaan serta gerakan politik Islam.

Daniel Rudi Heryanto, seorang sutradara Indonesia, mendokumentasikan peristiwa Bom Bali 2002 ini dalam sebuah film yang diberi judul  'Prison and Paradise' (Penjara dan Surga). Film ini berisi dokumentasi wawancara dengan para pelaku utama bom Bali; Imam Samudera, Amrozi, Ali Ghufron. Juga wawancara dengan Ali Imron dan Mubarok – yang belakangan insyaf dan dipenjara seumur hidup.

Yang menarik adalah dialog antara sutradara dengan isteri-isteri dan anak-anak yang ditinggalkan. Ada keharuan bercampur kepasrahan di dalamnya.

Film "Prison and Paradise" ini sempat masuk dalam 41 film 'World Premiere' yang pernah diputar di Dubai International Film Festival, 12-19 Desember 2010, di Dubai. Film yang proses pembuatannya memakan waktu 7 tahun dari 2003 sampai 2010 juga pernah diputar di Cinema Digital Seoul Film Festival, Vibgyor Film Festival India, Yamagata Film Festival Jepang.

Namun dalam perjalannnya film ini juga dilarang oleh LSF (Lembaga Sensor Film) karena konten materinya diindikasikan menjadi propaganda pembenaran atas kejadian Bom Bali I.

Direktur Jenderal The Japan Foundation, Tadashi Ogawa yang membawa film ini ke Jepang, mengatakan film ini membuka mata warga Jepang atas tragedi sepuluh tahun lalu itu; terutama motivasi dan “mimpi” dari pelaku teroris, yang sulit dipahami orang-orang di luar Indonesia. “Haryanto tidak hanya melukiskan teroris hanya sebagai orang yang fanatik, tetapi ia serius mendengarkan suara-suara dari para teroris dan cara berpikir mereka. Ia menunggu dan mendokumentasikan motivasi, moralitas, mimpi, dan emosi mereka. Ini pertamakali saya bisa mendengar suara hati yang sesungguhnya dari teroris. Sutradara film ini juga benar-benar mendampingi keluarga teroris dan keluarga korban, dengan penderitaan dan kesedihan mereka,” kata Tadashi Ogawa.

Ogawa memaparkan bahwa pandangan Jepang soal terorisme dan Islam berbeda dengan pandangan Amerika Serikat dan negara Barat lainnya. Citra Islam sebelumnya negatif di Jepang, namun kini orang Jepang berminat mempelajari Islam, kata Ogawa. Ia menilai peran media dalam hal ini sangat besar.

Daniel Rudi Haryanto mengatakan filmnya pertama kali diputar pada sebuah festival film internasional di Dubai, dan pada saat itulah ia bertemu dengan pihak Yamagata Film Festival. Ia punya alasan sendiri, mengapa film itu lebih dulu dibawanya ke Dubai .

Dalam filmnya, Daniel memang memperlihatkan kedua keluarga pelaku dan korban menjalin hubungan yang baik; antara Titin, isteri Mubarok beserta dua puteri mereka, dengan keluarga Eka Laksmi; yang suaminya ikut menjadi korban bom Bali.

sumber : voice of america
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement