REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Hasrul Hanif berpendapat Partai Demokrat sangat mungkin melakukan intervensi politik. Langkah itu guna menegosiasikan kasus Wisma Atlet yang kini menyeret nama ketua umumnya, Anas Urbaningrum.
"Sebagai partai berkuasa sangat mungkin upaya intervensi politik itu dimainkan, mungkin juga dinegosiasikan dengan kasus cek pelawat Deputi Gubernur Senior BI," katanya di Jakarta, Senin (30/1).
Menurut dia, kasus-kasus tersebut sangat mungkin dinegosiasikan seiring dengan perkembangan dari kasus cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang menetapkan Miranda S Goeltom sebagai tersangka.
Kasus cek pelawat tersebut telah menyeret anggota legislatif periode 1999-2004 dari semua partai besar kecuali Partai Demokrat yang saat itu belum terbentuk.
Untuk itu, menurut dia, yang paling penting saat ini adalah independensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kasus-kasus yang bersinggungan dengan partai politik.
"Kalau kekuatan KPK solid malah boleh jadi mendapatkan dua-duanya. Untuk itu, seberapa mampu KPK merawat independensinya menjadi sangat penting," katanya.
Ia menambahkan, sampai saat ini, Partai Demokrat tidak akan gegabah untuk mengganti Anas Urbaningrum sebagai ketua umum.
Menurut dia, Partai Demokrat cenderung menunggu sampai dengan status Anas Urbaningrum yang lebih jelas ditetapkan dalam kasus tersebut.
"Kalau dia nanti, misalnya, ditetapkan menjadi tersangka, mungkin langkah melengserkan Anas akan semakin jelas, bagaimanapun, Anas sebagai ketua partai mungkin juga dituntut untuk memberikan contoh dengan mengundurkan diri," katanya.
Ia menambahkan, kasus ini bagaimanapun telah berpengaruh terhadap citra Partai Demokrat dalam Pemilu 2014. "Semakin lama, semakin mendekati 2014, kasus ini justru semakin merugikan Demokrat," katanya.