REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Adi Supriadi, salah seorang terdakwa kasus tindak pidana kekerasan terkait aksi penolakan usaha pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara di Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat, divonis dua bulan tujuh hari atau 67 hari dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bima, Selasa.
"Sebagian telah dijalani sehingga pada 9 Februari 2012 sudah bisa bebas," kata Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Brigjen Polisi Arif Wahyunadi, sesaat setelah putusan Pengadilan Negeri (PN) Bima itu.
Adi Supriadi diproses hukum karena teridentifikasi terlibat tindak pidana kekerasan dalam insiden pembakaran kantor Camat Lambu, Kabupaten Bima, pada 10 Februari 2011.
Insiden pembakaran kantor Camat Lambu itu merupakan rentetan dari unjuk rasa yang dilakukan warga Kecamatan Lambu, yang mengusung tuntutan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikantongi PT Sumber Mineral Nusantara (SMN).
IUP bernomor 188/45/357/004/2010 itu, diterbitkan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen, yang mencakup areal tambang seluas 24.980 Hektare, yang mencakup wilayah Kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu.
Arif mengatakan, Adi Supriadi merupakan seorang dari tujuh tahanan kasus tindak pidana kekerasan terkait aksi penolakan IUP PT SMN itu, yang menyerahkan diri di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Raba-Bima, pada Sabtu (28/1) hingga Senin (30/1).
Selain Adi Supriadi, enam tahanan lainnya yang juga menyerahkan diri masing-masing berinisial F, HI, ML, MH, A, dan MM.
Ketujuh tahanan itu merupakan bagian dari 53 orang tahanan yang dibebaskan paksa oleh ribuan pengunjuk rasa pada 26 Januari 2012.
'
Pembebasan paksa para tahanan Lapas Raba-Bima itu merupakan rangkaian dari aksi unjuk rasa lebih dari 10 ribu orang warga dari Kecamatan Lambu, Sape, Langgudu, dan kecamatan lainnya, di Kantor Bupati Bima.
Dalam aksi unjuk rasa itu, massa membakar kantor Bupati Bima, dan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bima, beserta fasilitas dalam kantor pemerintah daerah itu.
Setelah aksi pembakaran itu, massa aksi bergerak ke pendopo (rumah jabatan) Bupati Bima, namun dihadang oleh aparat kepolisian, sehingga massa berbalik menuju Lapas Raba-Bima untuk membebaskan rekan mereka yang ditahan.
"Terhadap enam orang dari seharusnya sembilan orang yang terlibat kasus pembakaran Kantor DPRD Kabupaten Bima, juga akan segera disidangkan. Tentunya sikap kooperatif keenam orang itu akan menjadi pertimbangan hakim," ujar Arif.
Kasus pembakaran kantor DPRD Kabupaten Bima itu terjadi pada 24 Desember 2011, ketika seribuan warga pengunjuk rasa meninggalkan Pelabuhan Sape, Bima, yang dikuasai sejak 19 Desember, karena unjuk rasa itu dibubarkan paksa aparat kepolisian.
Saat pembubaran paksa itu, terjadi penembakan dan menewaskan dua orang warga, masing-masing Arif Rahman (18) dan Syaiful (17), keduanya warga Suni, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima.
Warga pengunjuk rasa marah sehingga sebagian nekat membakar bagian tertentu dari kantor DPRD Kabupaten Bima, dan sebagiannya lagi kembali ke Kecamatan Lambu, dan merusakkan sejumlah kantor pemerintah di wilayah kecamatan itu.
Pascatragedi Pelabuhan Sape, itu polisi kemudian mengamankan 56 orang warga pengunjuk rasa hingga 53 orang diantaranya ditahan untuk kepentingan proses hukum.