REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah disarankan menunggu estimasi penghematan yang didapat dari konversi BBM ke BBG oleh PT PLN (Persero) sebelum menaikkan tarif dasar listrik. Ini pun masih harus menunggu receiving terminal di Tanjung Priok Rampung untuk merealisasikan konversi tersebut.
"Kita tunggu dulu perkembangan yang diperoleh PLN dari pembangkit Muara Karang dan Muara Tawang. PLN pun baru bisa pindah ke gas kalau receiving terminal Tanjung Priok jadi," kata pengamat perminyakan, Kurtubi, di Jakarta, Kamis (2/2).
Nilai penghematan yang dihitung PLN baru kemudian dapat dijadikan pijakan oleh pemerintah dalam menghitung besaran kenaikkan TDL. Tetapi, jika pemerintah dipastikan akan menaikkan pembatasan BBM bersubsidi 1 April nanti, Kurtubi mewanti-wanti agar tidak dilakukan bersamaan dengan kenaikkan TDL. "Idealnya (BBM) naik 5-10 persen, tapi tidak saat ini," tegas Kurtubi.
Kurtubi juga mencibir dorongan pemerintah kepada pengguna kendaraan untuk beralih menggunakan gas, alih-alih BBM seperti saat ini. Sekalipun mendukung pengoptimalan penggunaan gas sebagai sumber energi alternatif, tetapi tindakan yang tergesa-gesa, dinilainya akan berefek buruk dan bisa merugikan masyarakat serta pemerintah sendiri.
“Pembatasan BBM subsidi sama saja menggiring rakyat mengganti dari Premium ke Pertamax, yang toh, bahan bakunya sama-sama dari minyak mentah. Jadi kebijakan pembatasan sama saja dengan menaikkan harga BBM jadi 100 persen karena harga Pertamax, kan sekarang mendekati Rp 9.000.”