REPUBLIKA.CO.ID, Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan di usia 19 tahun, ia telah memberi fatwa dalam masalah-masalah keagamaan. Ibnu Taimiyah sangat menguasai ilmu Rijalul Hadits (perawi hadits) yang berguna dalam menelusuri hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul Hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih.
Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu ushul sambil mengomentari para filsuf. Sehari semalam ia mampu menulis empat buah khurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syariah.
Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi, bahwa karangan Ibnu Taimiyah mencapai 500 judul. Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa-fatwa dalam agama Islam.
Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga melampaui kemampuan para ulama zamannya.
Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat 727 H) pernah mengatakan, apabila Ibnu Taimiyah ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorang pun yang bisa menandinginya.
"Para Fuqaha (ahli fikih) dari berbagai kalangan, jika duduk bersamanya pasti akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan mazhab-mazhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujjah-nya," kata Az-Zamlakany.
Az-Zamlakany menambahkan, Ibnu Taimiyah tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariah atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. "Ia juga mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku," ujarnya.
Imam Adz-Dzahabi (wafat 748 H) juga mengatakan, Ibnu Taimiyah adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. "Pada zamannya, dia adalah satu-satunya yang sangat menguasai hadits dan fikih, paling zuhud, pemberani, pemurah, pejuang amar makruf nahi mungkar, dan banyak menulis buku-buku," kata Adz-Dzahabi.
Menurut Adz-Dzahabi, pada waktu itu tidak seorang pun yang bisa menyamai atau mendekati tingkatan Ibnu Taimiyah. "Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist," ungkapnya.