REPUBLIKA.CO.ID, Ibnu Taimiyah tidak hanya andal di lapangan ilmu pengetahuan saja. Ia juga pernah memimpin sebuah pasukan untuk melawan pasukan Mongol di Syakhab, dekat Kota Damaskus, pada 1299 Masehi dan mendapat kemenangan yang gemilang.
Pada Februari 1313, ia juga bertempur di kota Yerussalem dan mendapat kemenangan. Dan sesudah karir militernya itu, ia tetap mengajar sebagai ulama ulung.
Sejarah mencatat bahwa Ibnu Taimiyah tidak saja dikenal sebagai dai yang tabah, wara', zuhud dan ahli ibadah, namun juga seorang pemberani yang ahli berkuda. Ia juga dikenal sebagai mujahid pembela Islam dari kezaliman musuh dengan pedangnya. Sebagaimana halnya ia seorang pembela akidah umat dengan lidah dan penanya.
Dengan gagah berani, Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan sekitarnya. Ia sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran.
"Tiba-tiba (di tengah kancah pertempuran) terlihat dia (Ibnu Taimiyah) bersama saudaranya berteriak keras memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari," tutur salah seorang Amir yang turut dalam pertempuran tersebut. Akhirnya, dengan izin Allah SWT, pasukan Tartar berhasil dihancurkan. Maka selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.
Namun, karena ketegaran, keberanian dan kelantangannya dalam mengajak kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepadanya. Mereka meniupkan racun-racun fitnah hingga karenanya ia harus mengalami berbagai tekanan di penjara, dibuang, diasingkan dan disiksa.
Ternyata, penjara tidak menghalangi kejernihan fitrah keilmuan Ibnu Taimiyah, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang akidah, tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid`ah.
Pengagum-pengagumnya di luar penjara semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang berguru pada Ibnu Taimiyah. Ia mengajarkan mereka agar kembali kepada syariat Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan amalan-amalan saleh.
Sehingga suasana penjara menjadi ramai dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan, dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal bersamanya di penjara. Akhirnya, penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang mengaji.