REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Militer Mesir menghadapi tekanan agar segera menyerahkan kekuasaan kepada rakyat sipil. Tokoh masyarakat dan demonstran turun ke jantung Kota Kairo selama tiga hari untuk memprotes hal itu.
Sebuah Dewan Penasihat Sipil telah dibentuk untuk mempersiapkan pemilihan presiden. Dewan ini dibentuk sepekan setelah kerusuhan sepak bola yang menewaskan 74 orang. Banyaknya korban jiwa menimbulkan kritik terhadap kinerja para jenderal.
Kerusuhan di stadion sepak bola Port Said telah memicu unjuk rasa anti pemerintah. Dalam aksi tersebut 12 orang tewas. Di Kairo tujuh orang dinyatakan tewas, menurut kantor berita setempat. Sedangkan lima lainnya tewas di Suez, di timur Kairo.
Kerusuhan ini merupakan salah satu kerusuhan berdarah dalam sepekan sejak adanya unjuk rasa yang menuntut Presiden Hosni Mubarak turun dari jabatannya. "Melihat pembantaian yang terjadi, kita tidak bisa diam saja dan menunggu. Ini pembelaan revolusioner," kata salah satu anggota Dewan Penasihat, Mona Makram Ebeid, kepada Reuters, Sabtu (4/2).
Anggota dewan yang lain, Sherif Zahran, mengatakan Dewan Penasihat akan mempertimbangkan untuk menghentikan rapat jika dewan militer tidak merespon.
Pengumuman kandidat presiden dimulai pada 23 Februari sesuai dengan rekomendasi atau dua bulan lebih cepat dari yang diumumkan sebelumnya, yaitu pada 15 April. Dengan demikian, pemilihan presiden bisa dilaksanakan pada April atau Mei. Menurut agenda yang dibuat dewan militer, mereka akan menyerahkan kekuasaan kepada presiden pada akhir Juni.
Meskipun tidak mengikat, rekomendasi tersebut meningkatkan tekanan bagi dewan militer yang dipimpin oleh menteri pertahanan era Mubarak. Ia merepresentasikan dirinya sebagai pengawal 'Revolusi 25 Januari.' Namun, beberapa reformis mengkritik bahwa ia hanyalah perpanjangan tangan Mubarak.
Beredar spekulasi bahwa kerusuhan yang terjadi di stadion sepak bola tersebut dipicu oleh provokasi pendukung Mubarak. Menteri Dalam Negeri mengatakan kerusuhan disebabkan pendukung sepak bola. Para pengunjuk rasa mengepung Kementerian Dalam Negeri, Ahad (5/2). Mereka melempari polisi dengan puing trotoar dan gas air mata. Ambulans dan sepeda motor mengangkut korban yang terluka dari lokasi kejadian. Beberapa di antaranya pingsan karena gas air mata.
Sejumlah aktivis berusaha menghadapi polisi. Sedangkan yang lain mencoba untuk meredakan ketegangan dengan memposisikan diri antara polisi dan pengunjuk rasa yang melemparkan batu. Beberapa orang bahkan melaksanakan shalat di depan garis polisi untuk meredakan pengunjuk rasa.