REPUBLIKA.CO.ID, PBB – Jumlah korban sipil tewas akibat konflik di Afghanistan meningkat tajam dalam lima tahun terakhir. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan peningkatan korban tewas ini karena perubahan taktik oleh Taliban dan pasukan anti pemerintah.
Laporan tahunan tersebut dikeluarkan oleh Bantuan Misi di Afghanistan (UNAMA) dan kantor Komisi Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR). Laporan itu menyatakan 3.021 warga sipil tewas tahun 2011. Angka ini meningkat sekitar delapan persen dari total tahun 2010 yang mencapai 2.790 kematian warga.
Sejak 2007, setidaknya 11.864 warga sipil tewas dalam konflik yang berlangsung antara pemerintah yang didukung oleh pasukan internasional, kelompok pemberontak Taliban dan kelompok lainnya.
Kepala UNAMA dan Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal untuk Afghanistan, Jan Kubis, mengatakan warga sipil Afghanistan membayar harga tinggi akibat peperangan yang terus menerus di negara tersebut. "Pihak yang berkonflik harus melindungi warga sipil untuk mencegah kematian di tahun 2011 ini," kata Kubis, Ahad (5/2).
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Navi Pillay, menggambarkan peningkatan angka kematian tersebut sangat mengkhawatirkan. "Ini adalah penderitaan nyata dan kerugian bagi keluarga di Afghanistan," ujarnya.
Menurut laporan tersebut, pasukan anti pemerintah bertanggung jawab atas meningkatnya kematian warga sipil yang mencapai 77 persen. Laporan ini juga mencatat kelompok Taliban dan kelompok terkait lainnya menggunakan alat peledak rakitan (IED) lebih sering dan lebih luas.
Alat peledak tersebut meledakkan siapa saja, termasuk anak-anak, dipasang di jalanan dan di mobil. "Alat peledak rakitan (IED) adalah pembunuh terbesar anak-anak Afghanistan, wanita dan pria pada tahun 2011,” kata laporan tersebut.
Laporan ini juga menyatakan konflik memainkan peran yang semakin mengganggu kehidupan warga Afghanistan. Tahun lalu, hampir 200 ribu orang mengungsi akibat pertempuran, ribuan orang lain kehilangan mata pencaharian dan harta benda mereka, dan banyak tak lagi bebas bergerak menyuarakan pendapat. “Intimidasi semakin meluas, jumlah kelompok bersenjata pro dan anti pemerintah semakin berkembang. Hal ini secara langsung dan tidak langsung memicu ketidakpastian, ketegangan dan ketakutan.”