REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Desakan agar Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mundur dari jabatannya dinilai tidak adil. Sebab, desakan tersebut tanpa alasan yang jelas. Demikian disampaikan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hayono Isman, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/2).
Karena itu, ia meminta, semua pihak, terutama kader demokrat agar menunggu proses hasil penyelidikan dan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kendati demikian, mantan Menpora ini meniali, partainya bisa melakukan tindakan tanpa perlu menunggu proses hukum yang berjalan.
Yaitu, kalau ada pelanggaran peraturan partai atau politik uang yang tidak terkait kasus hukum. Asalkan, fakta persidangan Nazarudin bisa dikonkretkan dalam pengumpulan bukti di dewan kehormatan.
"Untuk menemukan fakta sehingga ada bukti apakah Anas melakukan pelanggaran atau tidak di kongres yang lalu melalui kegiatan money politic," jelas dia.
Haryono juga mengaku kalau di partainya memang ada faksi-faksi. Malah, ia melihat hal itu sebagai hal yang wajar dan terjadi pula di partai lainnya. "Bukan hanya faksi Pak Andi (Andi Mallarangeng-red) dan Marzuki (Marzuki ALie-red). Ada faksi lain lagi. Ada tiga sampai lima faksi mungkin," tambah Haryono.
Hanya saja, ujar dia, Partai Demokrat memiliki figur SBY sebagai pemersatu faksi-faksi tersebut. Ini yang justru menjadi tantangan bagi partai. Yaitu, bagaimana agar tidak membiasakan diri bergantung pada figur SBY. Solusinya, menciptakan sistem partai yang kuat. Sehingga, jangan sampai setelah SBY tidak ada, partai kehilangan perekat.