REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN - Pembebasan lima orang tenaga kerja Indonesia asal Kalimantan Selatan dari hukuman mati di Arab Saudi hingga kini masih terkendala. Pasalnya uang diyat atau uang kompensasi yang harus dibayarkan untuk tebusan hukuman mati nilainya cukup besar.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat di Banjarmasin, Rabu, mengatakan, diyat yang ditetapkan keluarga korban cukup tinggi.
Keluarga korban mutilasi, kata Jumhur, meminta diyat hingga satu juta real per orang, berarti lima orang menjadi lima juta real. Padahal sesuai aturan besaran diyat adalah dua juta real atau setara dengan seratus ekor unta.
"Makanya kini kasus tersebut sedang dalam proses sidang ulang, semoga segera bisa mendapatkan titik temu," katanya. Sedangkan untuk kasus yang menimpa dua orang TKI Kalsel lainnya, kata dia, pada dasarnya pihak kerajaan Arab Saudi sudah memberikan pengampunan.
Namun, tambah Jumhur, karena kasusnya merupakan masalah yang melanggar ketertiban masyarakat, maka keputusan diambil alih oleh raja atau biasa disebut dengan takzil. Bila dalam masalah tersebut raja memberikan pengampunan, maka kedua orang tersebut bisa bebas dari hukuman mati.
"Untuk pengampunan raja tersebut kita sedang melakukan pendekatan dan negosiasi, semoga hubungan baik antara kedua negara bisa menjadi pertimbangan untuk mendapatkan pengampunan dari raja," katanya.