REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kuasa Hukum DPP Partai Demokrat (PD) Patra M. Zen menegaskan, tudingan Nazaruddin bahwa Anas Urbaningrum berada di balik Grup Permai, perusahaan yang menjadi kendaraannya meraup untung dari proyek negara, adalah tuduhan tak berdasar.
Kepada pers di Jakarta, Kamis, Patra menuturkan bahwa kepemilihan perusahaan dan peralihan saham-saham haruslah menaati aturan-aturan hukum. "Misalnya dalam aturan hukum, peralihan saham harus dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sementara dari keterangan di persidangan, hal itu tidak ada. Jadi jangan asal menuduh," tegas Patra.
Sebelumnya, terdakwa kasus suap Wisma Atlet Nazaruddin berulang kali menuding bahwa Anas Urbaningrum berada di balik Grup Permai, perusahaan yang kerap dipakai Nazaruddin memainkan proyek negara dan diduga terlibat banyak kasus dugaan korupsi.
Menurut Patra, keterangan saksi-saksi di persidangan juga akan menjadi bahan pertimbangan akan hal itu. Semisal, terungkap fakta bahwa sudah biasa bagi Nazaruddin untuk mencatut nama orang lain.
"Oleh Nazaruddin, para karyawannya dijadikan direktur anak-anak perusahaan Anugerah. Modusnya adalah para karyawan itu dimintai KTP dan dimasukkan ke dalam akta pendirian perusahaan," ujarnya.
Sebagai contoh, lanjut Patra, Mindo Rosalina Manullang, di persidangan 16 Januari 2011, menyatakan bahwa di seluruh perusahaan milik Nazaruddin memiliki manajemen terpisah-pisah.
"Tetapi Rosa juga menjelaskan bahwa untuk setiap posisi yang ada di perusahan itu, semua karyawan Nazaruddin diminta untuk mengisi posisi-posisi Direktur, tetapi orang-orangnya itu-itu juga," tutur Patra.
Bukti lainnya, kata Patra, adalah keterangan oleh saksi lain yang juga mantan anak buah Nazaruddin, Yulianis, di persidangan 25 Januari.
Saat menjawab pertanyaan JPU apakah dirinya diangkat menjadi direktur di salah satu perusahaan Nazaruddin dengan melalui RUPS sesuai aturan UU, Yulianis menjawab, bahwa hal itu tidak terjadi.
Yulianis lalu menjelaskan bahwa dia hanya dimintai KTP dengan sedikit paksaan gaji akan dipotong Rp 1 juta untuk jabatan supervisor ke atas, dan Rp 500 ribu untuk jabatan staf, bila menolak.
"Saat ditanya lagi oleh JPU, siapa yang memaksa saudara yang kemudian untuk dicantumkan sebagai direktur?. Yulianis menjawab, Pak Nazaruddin. Jadi sudah jelas semuanya itu Nazaruddin," demikian Patra.