REPUBLIKA.CO.ID, Pembelian pesawat intai tanpa awak (UAV) tidak bersifat politis atau berkaitan dengan politik. Kondisi itu ditegaskan Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin."Teknologi itu nggak punya batas teritorial. Teknologi tidak ada kolerasinya dengan politik," katanya di Jakarta, Kamis (9/2)
Pernyataan itu diberikan usai memberi sambutan pada "Workshop Internasional Enhancing Defence Cooperation on Public Affairs" antara Kemhan RI dan Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Dengan pembelian itu, Sjafrie berharap Indonesia dapat menyerap teknologi dari negara luar sehingga dapat dikembangkan di dalam negeri.
Pada tahun 2006, TNI menggelar tender pembelian empat UAV untuk Badan Intelijen Strategis (Bais) yang akhirnya dimenangkan oleh Searcher Mk II melalui perusahaan Filipina, Kital Philippine Corp.
Berdasar laman kantor berita internasional United Press International (UPI), untuk pembelian UAV yang satunya senilai enam juta dolar AS tersebut, Indonesia menggandeng Bank Leumi dari Inggris dan Bank Union dari Filipina sebagai penyandang dana untuk kredit ekspor.
"Pesawat ini merupakan pesawat baru dan akan dikirim tahun ini," kata Wamenhan. Sebelumnya, kata dia, karena ramai dikritik DPR, proyek pengadaan tersebut tertunda.UAV buatan Divisi Malat Israeli Aircraft Industries (IAI) dinilai paling unggul untuk penggunaan di angkasa Nusantara.
Indonesia kali pertama memakai produk militer Israel dengan meminjam pesawat pengintai tanpa awak (UAV) Searcher Mk II milik Singapura untuk mencari lokasi sandera peneliti asing yang ditawan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Mapenduma, Papua, pada tahun 1996.